Menikmati Malam di ‘Kebun Anggur Abruzzo’…
Eropa dikenal sebagai salah satu penghasil wine terbaik di dunia. Salah satu sentra penghasil anggur tersebut adalah Italia. Dan, menikmati malam di ‘kebun anggur Abruzzo’ merupakan salah satu pengalaman tak terlupakan.
MALANG, KOMPAS – Eropa dikenal sebagai salah satu penghasil wine terbaik di dunia. Salah satu sentra penghasil anggur tersebut adalah Italia. Dan, menikmati malam di ‘kebun anggur Abruzzo’ merupakan salah satu pengalaman tak terlupakan.
Anda memang tidak akan benar-benar berada di Italia. Namun, mencicipi jamuan malam dalam acara Wine Pairing \'An Evening at Talamonti Vineyard in Abruzzo’ sedikit banyak sudah mewakilinya.
Sensasi mencicipi keunikan wine dari kebun anggur Abruzzo Italia, disuguhkan Hotel Tugu Malang bekerjasama dengan Talamonti Wine, awal pekan lalu. Orang Malang tidak hanya diajak mencicipi minuman olahan anggur saja. Namun, juga digiring menemukan sensasi rasa baru dengan menyantap tapas (makanan ringan pendamping) yang dipilih khusus.
Hadir sebagai pemandu menjelajahi ‘kebun anggur’ Abruzzo malam itu adalah somelier (pakar wine) Salvatore Campione. Salvatore mengajak pengunjung Ban Lam Wine Shop&Bar Hotel Tugu Malang menyeruput empat jenis anggur Talamonti, sekaligus mengedukasi orang Malang tentang minuman berkadar alkohol 12-13,5 persen tersebut.
Abruzzo adalah wilayah di Italia tengah, berbatasan langsung dengan Laut Adriatik. Abruzzo merupakan salah satu wilayah dikenal sebagai sentra penghasil anggur. Wilayah seluas 10.763 kilometer (km) persegi tersebut berpenduduk sekitar 1,3 juta jiwa.
Untuk perkenalan, Salvatore mengeluarkan anggur merah Rose Talamonti, dengan kadar alkohol 13 persen. Seseruput minuman berwarna merah cerah, yang disajikan dingin, seperti semacam salam pembuka. Rasa anggur berusia 2 tahun tersebut cukup ringan yaitu tidak terlalu asam, sengatan alkoholnya tidak tajam, rasanya penuh, dan sekilas ada sensasi rasa stroberi tipis-tipis.
Kulit Buah
Salvatore menceritakan, semua anggur Abruzzo diproduksi dengan penanganan sedikit berbeda. Jenis anggur digunakan adalah anggur Montepulciano, di mana saat menyimpan sari atau jus anggur, disertai dengan kulit buahnya. Kulit buah disimpan selama 10 jam, dan selanjutnya diangkat.
Montepulciano di sini adalah jenis anggur di Abruzzo. Namanya mirip dengan nama wilayah di Tuscany, Italia. Namun di daerah itu, justru tidak ada anggur montepulciano. Adanya anggur jenis lain.
“Semua jus anggur awalnya berwarna bening. Namun dengan dicampur kulit buah selama 10 jam, warnanya berubah menjadi merah cerah,” kata Salvatore. Lama penyimpanan kulit buah (bercampur dengan jus anggurnya), menurut Salvatore akan memengaruhi warna wine dihasilkan. Semakin lama disimpan bersama jus anggur, warnanya akan semakin gelap. Namun tentu saja, kandungan rasanya akan berbeda.
Bersamaan dengan mencicipi anggur merah itu, pengunjung diajak mengunyah Tramezzini (Venetian Panini) atau roti lapis Italia dengan toping keju, tuna, telur, dan sayuran. Rasa ringan roti lapis, bertemu dengan ringannya anggur merah, sangat klop dan saling menguatkan.
Semua jus anggur awalnya berwarna bening. Namun dengan dicampur kulit buah selama 10 jam, warnanya berubah menjadi merah cerah
Sambil mendengarkan Salvatore bercerita dari meja ke meja, segelas anggur merah pembuka pun tandas dari gelas, dalam hitungan tak lebih dari lima menit.
Masih terkagum-kagum dengan lembutnya rasa anggur Abruzzo, sambil membayangkan bentuk anggur spesial Abruzzo tersebut, Salvatore kembali mengeluarkan anggur kedua. Kali ini, muncul segelas anggur Talamonti Moda Montepulciano. Warna wine kedua merah/ungu pekat cenderung hitam. Kata Salvatore, itu karena sari anggur disimpan bersama kulitnya selama 10 hari.
Saat dicicipi, rasanya tidak segelap warnanya. Terasa sejimpit rasa karamel vanila manis tertinggal di mulut. Rasa sedikit manis itu didapat dari residu gula yang tertinggal dalam proses pembuatan minuman tersebut, yaitu sebanyak 4 gram per liter. Jumlah itu, menurut Salvatore, termasuk tinggi dalam pembuatan sebuah wine.
Wadah
Adapun rasa vanila, menurut Salvatore, didapat dari kayu barrel (kayu penyimpan wine). Semakin besar wadah kayu digunakan, maka rasa kayunya akan tipis. Beda jika digunakan wadah kayu kecil, di mana rasa kayunya akan cenderung kuat. Dan, menurut Salvatore, rasa kayu itu pun berbeda-beda dari setiap negara. Menurut Salavatore, mereka menggunakan kayu dari Amerika.
“Warna merah pekatnya, atau cenderung hitam, juga disebabkan oleh bercampurnya jus anggur dengan kulitnya. Warna itu didapat saat menyimpan keduanya selama 10 bulan. Kulit anggur mengeluarkan banyak warna,” kata pria kelahiran Roma itu.
Kali ini, pengunjung diajak menikmati wine dengan camilan kroket daging atau gorengan cumi, ikan kecil, dan udang yang dirangkai dengan tusuk kayu (semacam sate ikan). Terasa, camilan kedua mulai berbobot.
“Minum wine dengan tapas tepat, akan menciptakan sensasi rasa baru yang menarik. Ini sebabnya kami di Italia minum wine sambil makan. Kami minum bukan untuk mabuk, namun mencari sensasi rasa baru. Minum wine ini sudah seperti kebiasaan atau budaya kami. Sama seperti di Indonesia makan dengan ditemani es teh,” kata Salavatore sambil tersenyum.
Penanggung jawab penjualan Talamonti di kawasan Asia Pasifik dan Timur Tengah itu menjelaskan bahwa, menyajikan wine harus sesuai dengan tapasnya. Jika tapas disajikan bercita rasa kuat, namun wine hanya bercita rasa ringan, maka rasa wine akan ‘tertelan’ oleh rasa tapas. Artinya, sama saja dengan tidak minum wine, tak ada artinya.
“Wine ringan harus dengan tapas ringan, wine kuat dengan tapas kuat. Semua tentang keseimbangan. Kalau tidak seimbang, maka rasanya tidak akan muncul,” katanya.
Kali ini, saya meneguk wine tidak secepat gelas pertama. Sambil membayangkan bagaimana orang Italia bisa menciptakan wine beragam rasa--padahal berasal dari satu jenis anggur sama, Montepulciano, pelan-pelan isi gelas saya pindahkan ke kerongkongan.
Minum wine dengan tapas tepat, akan menciptakan sensasi rasa baru yang menarik. Ini sebabnya kami di Italia minum wine sambil makan. Kami minum bukan untuk mabuk, namun mencari sensasi rasa baru. Minum wine ini sudah seperti kebiasaan atau budaya kami. Sama seperti di Indonesia makan dengan ditemani es teh
Saya menghabiskan wine gelas kedua, dalam waktu lebih lama dari wine pertama. Jelas tidak sama seperti minum es teh, yang dalam dua tegukan langsung tandas.
“Rasa wine tidak tergantung lamanya disimpan. Tapi, campuran adonannya yang menentukan. Selama komposisinya seimbang, maka rasa wine akan enak dinikmati,” kata Salvatore bersemangat.
Anggur Putih
Pada gelas ketiga, Salvatore menyuguhkan segelas anggur putih Trebbiano. Abruzzo menurut Salvatore adalah penghasil anggur putih Trebbiano terbaik di Italia.
Anggur putih ini memiliki aroma bunga dengan sedikit aroma woody atau kayu. “Trebbiano ini jenis anggur yang biasanya dicampur dengan bahan lain untuk membuat wine. Seperti cognag, salah satu bahan campurannya adalah anggur trebbiano ini,” katanya.
Pada sesi ini, dihidangkan pula tapas berupa cozze al pomodoro atau stuffed mussels atau kerang isian, serta frittatine di pasta atau perkedel daging dengan dilengkapi smoked mozarella.
Pada gelas ketiga ini, daya minum saya mulai melambat. Entah mulai kenyang, atau karena badan mulai terasa tidak enak dan berkeringat.
Namun hal itu tidak menghentikan saya untuk terus menyambut gelas keempat dari Salvatore, yaitu wine Tre Saggi Montepulciano. Anggur itu adalah penutup rangkaian jamuan malam itu.
Warna anggur tersebut cenderung ke hitam, lebih pekat dari wine Moda. Saat dicicipi, sama sekali tak meninggalkan rasa manis, sedikit pahit kopi, jamur, dan aroma kayu lebih pekat. Rasa manis tidak muncul karena menurut Salvatore, residu gula dalam proses pembuatannya hanya tersisa 0,2 gram per liter.
Dengan semangat, ia menjelaskan anggur keempat tersebut adalah anggur premium. Meski berasal dari anggur montepulciano sama, namun rasanya sangat jauh berbeda. Lebih keras.
“Ini anggur terbaik dengan rasa sangat kuat. Ada aroma kopi, kayu, jamur, dan sangat earthy. Rasa kayu sangat kuat karena jenis anggur ini disimpan dalam wadah kayu kecil selama 1 tahun. Beda dengan anggur Moda tadi, di mana disimpan dalam wadah kayu hanya enam bulan,” kata Salavatore. Kadar alkohol anggur ini 13,5 persen.
Anggur Tre Saggi Montepulciano tersebut berusia empat tahun. Cita rasa premium tersebut menjadikan harga anggur keempat ini lebih mahal. Jika rata-rata tiga anggur sebelumnya seharga Rp 600.000 an per botol, maka harga anggur premium tersebut Rp 1,3 jutaan (seluruhnya belum pajak).
“Wine premium dengan harga mahal bukan berarti selalu disukai. Ini semua tentang selera,” kata Salvatore.
Menyerah
Untuk menemani anggur premium itu, dihidangkan sajian Fondi di Carciofi atau beef bacon bungkus terong, serta Gamberi al Rosmarino atau udang saus rosemary.
Pada wine gelas keempat ini saya menyerah. Saya hanya meneguk setengahnya, lalu melemparkan sisanya pada teman saya. Tengkuk saya mulai terasa berat, dan badan seperti melayang.
Meski begitu, saya tetap memotret sebanyak-banyaknya, baik kuantitas maupun sudut fotonya. Berpindah dari meja ke meja lain, untuk mendapat cahaya lebih terang. Berulang kali saya putar ISO kamera, hingga mentok pada angka tertinggi, karena merasa foto tidak bisa fokus. Bayangan saya, cahaya sangat kurang, sehingga jika ISO dinaikkan maka foto akan lebih terang.
Esok harinya, saya bersemangat untuk memeriksa setiap foto. Akhirnya, saya harus pasrah, mendapati bahwa banyak di antara foto itu rupanya tidak fokus. Rencana mengirim tulisan panjang ke Kompas Minggu pun gagal (Koming selalu butuh foto-foto jelas dan indah). Sungguh luar biasa, pengalaman menjelajahi malam di Abruzzo….