Pertarungan Terakhir Merebut Persil Alun-alun Surabaya
Satu aset Pemkot Surabaya lahan seluas 3.713 meter persegi di Jalan Pemuda masih ”dikuasai” pihak ketiga. Harta Pemkot Surabaya yang berada di seberang Balai Pemuda itu hendak dijadikan Alun-alun Kota Surabaya.
Satu aset Pemerintah Kota Surabaya berupa lahan seluas 3.713 meter persegi di Jalan Pemuda masih ”dikuasai” pihak ketiga. Harta Pemkot Surabaya yang berada di seberang Balai Pemuda itu hendak dijadikan Alun-alun Kota Surabaya. Jadi, kelak ”Kota Pahlawan” juga punya alun-alun, sebagai tempat berkumpul, bersosialisasi, dan berinteraksi, menyempurnakan 400 taman yang sudah ada di kota seluas 350,5 kilometer persegi ini.
”Pasti ada jalan untuk mengembalikan aset itu ke pemkot lewat kasasi di Mahkamah Agung,” kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kepada Kompas pada Senin (22/4/2019).
Pemkot bisa kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jawa Timur itu benar-benar menyakitkan.
”Jelas itu aset pemkot. Selama ini dipakai swasta dengan status HGB (hak guna bangunan) di atas HPL (hak pengelolaan lahan), dan sama sekali tidak dimanfaatkan. Ketika masa HGB berakhir, aset bukan dikembalikan, malah pemkot digugat ke PTUN,” tutur Presiden United Cities and Local Government Asia Pacific ini.
Padahal, kata Risma, proyek pembangunan alun-alun itu sudah siap, tinggal digarap. Anggaran sudah tersedia, pemenang lelang sudah ada. Bahkan, menurut rencana, paling lambat akhir tahun ini areal yang terkoneksi lewat bawah tanah dengan kompleks Balai Pemuda di seberang jalan sudah bisa dinikmati warga Surabaya.
Alun-alun menjadi ruang publik yang benar-benar berada di jantung Kota Surabaya yang berpenduduk 3,2 juta ini. ”Di atas lahan itu akan menjadi ruang publik, bukan mau dialihkan ke pihak lain,” ucap Risma dengan nada lirih.
Persil yang sejak 16 Januari 1996 dipakai PT Maspion dengan status HGB di atas HPL selama 20 tahun tersebut diperjuangkan untuk bisa segera kembali ke pemkot dan kelak dinikmati seluruh arek suroboyo. Lahan tersebut bukan hendak disewakan atau dipinjamkan kepada pihak lain. Di lahan itu dibangun alun-alun supaya warga Surabaya memiliki semakin banyak pilihan untuk tempat berinteraksi.
Pemkot Surabaya akan mengambil langkah hukum setelah kalah banding dengan PT Maspion di PTUN Jawa Timur. Upaya hukum ini ditempuh untuk mempertahankan aset yang berlokasi di Jalan Pemuda 17 itu.
Langkah hukum
Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu, yang biasa disapa Yayuk, juga memastikan pemkot terus menempuh langkah hukum untuk menyelamatkan aset di Jalan Pemuda 17 itu.
Asal-muasal sengketa tanah itu bermula pada 1994. Persil seluas 3.713 meter persegi di Jalan Pemuda itu menjadi aset Pemkot Surabaya. Kemudian, pada 16 Januari 1996, Pemkot Surabaya dan PT Maspion melakukan perjanjian penyerahan penggunaan tanah dalam bentuk HGB di atas HPL selama 20 tahun.
Setelah ditandatangani perjanjian penyerahan penggunaan tanah itu, lalu pemkot menerbitkan sertifikat HGB No 612/Kelurahan Embong Kaliasin atas nama PT Maspion seluas 2.115 meter persegi. Sertifikat HGB ini berlaku hingga 15 Januari 2016.
Selanjutnya, pada 19 November 1997, Pemkot Surabaya memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) berupa kantor kepada PT Maspion. Hal itu tertuang dalam surat bernomor 118/569-95/402.05.09/1997.
Jadi, tugas pemkot memberikan sertifikat HGB dan IMB beres sehingga lahan tersebut bisa langsung digunakan oleh Maspion. Realitasnya, sampai sekarang lahan dengan IMB sebagai kantor sama sekali belum dimanfaatkan dan hanya ditutup seng.
Dengan berjalannya waktu, meski persil belum dimanfaatkan maksimal oleh Maspion, justru Maspion malah mengajukan permohonan perpanjangan HGB di atas HPL pada 29 September 2015 dan disusul surat 7 Januari 2016 yang memohon percepatan HGB di atas HPL.
”Karena selama ini kurang dimanfaatkan dengan maksimal dan waktu perjanjiannya sudah habis, pada 15 Januari 2016, pemkot memberitahukan kepada Maspion bahwa waktu perjanjiannya sudah berakhir,” ujar Yayuk.
Karena selama ini kurang dimanfaatkan dengan maksimal dan waktu perjanjiannya sudah habis, pada 15 Januari 2016, pemkot memberitahukan kepada Maspion bahwa waktu perjanjiannya sudah berakhir.
Menurut dia, setelah berakhirnya perjanjian itu, Pemkot Surabaya sudah berkali-kali bersurat kepada PT Maspion yang menjelaskan bahwa persil itu akan digunakan sebagai Alun-alun Kota Surabaya dan dipakai sendiri untuk kepentingan masyarakat luas. Bahkan, Pemkot Surabaya pun pernah mengeluarkan peringatan 1, 2, dan 3.
Semua proses diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah. Pada Pasal 35 dan 36 dijelaskan, HGB itu berakhir sebagaimana perjanjian dan setelah berakhir, tanahnya dikuasai kembali oleh pemegang HPL.
Setelah berbagai proses tersebut, persoalan persil ini berlanjut di pengadilan negeri dan di PTUN. Bahkan, di PTUN Surabaya, Pemkot Surabaya menang. Namun, di PTUN Jatim, pemkot kalah. Oleh karena itu, Yayuk memastikan bahwa semua proses yang dilakukan Pemkot Surabaya sudah sesuai aturan.
Bahwa ada perusahaan lain, yakni PT Singa Barong Kencana, di persil tersebut, hal itu sama sekali tidak terkait dengan Pemkot Surabaya.
”Pemkot tidak pernah memberikan izin pengelolaan kepada pihak lain, kecuali PT Maspion, dan tidak mungkin pula pemkot memberikan izin pengelolaan kepada dua pihak sekaligus,” ujar Yayuk.
Aset berhasil kembali
Sepanjang 2016-2017, paling tidak ada 20 aset milik Pemkot Surabaya berhasil diselamatkan. Penyelamatan aset tersebut tidak lepas dari kerja sama dengan Polrestabes Surabaya, Kejaksaan Negeri Surabaya, Kejaksaan Tanjung Perak, dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Dari 20 lokasi aset itu, total luasnya 552.957 meter persegi atau 55,3 hektar dengan nilai Rp 617 miliar. Empat lokasi aset berhasil diselamatkan pada 2016 dan 16 sisanya pada 2017. Aset yang kini sudah ditangan pemkot antara lain AJB Bumi Putera Jalan Basuki Rahmat (Hotel Bumi), PT Abattoir Jalan Banjar Sugihan, Kantor Satpol PP Jalan Jaksa Agung Suprapto, dan Gelora Pancasila.
Pengamanan dan penyelamatan aset itu dilakukan dengan berbagai kegiatan, yaitu dengan pengamanan secara fisik, pengamanan secara administrasi, dan secara hukum.
Untuk pengamanan secara fisik, upaya yang sudah dilakukan Pemkot Surabaya mulai dari pemagaran, pematokan batas, hingga pemberian papan nama.
Khusus untuk pengamanan administrasi berupa pemberian nomor register, pencatatan di dalam register aset, dan untuk pengamanan hukum bisa berupa penyertifikatan tanah.
Dukungan mengalir
Rencana Pemkot Surabaya membangun alun-alun sebagai ruang publik di lahan tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak, antara lain masyarakat sipil dan akademisi. Keberadaan Alun-alun Surabaya yang dinilai penting membuat berbagai pihak mendukung langkah pemkot untuk segera mewujudkan pembangunannya.
Pakar tata kota dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Haryo Sulistyarso, sangat mendukung rencana menambah ruang publik untuk kegiatan positif masyarakat, seperti Alun-alun Surabaya. Walaupun pembangunan alun-alun itu masih terkendala dengan sengketa lahan di Jalan Pemuda 17, ia berharap pemkot bisa mempertahankan lahan tersebut.
”Saya berharap, jangan sampai ini lepas dari kendali pemkot karena lahan itu riwayatnya merupakan aset pemkot,” kata Haryo.
Karena itu, ia mengimbau Pemkot Surabaya ke depan lebih intens lagi menjaga aset. Tujuannya, agar tidak ada lagi lahan atau aset pemkot yang menjadi obyek sengketa.
Haryo juga berharap, pemkot lebih bijak lagi menyikapi antara kepentingan aset untuk masyarakat, pengusaha swasta, dan beberapa orang yang memiliki kepentingan.
”Saya mendukung pembangunan terutama untuk ruang publik. Namun, kembali lagi, pemkot harus berjuang mengupayakan itu,” ujarnya.
Hal serupa dikemukakan arsitektur dan perencanaan wilayah kota dari Universitas Kristen Petra, Benny Poerbantanoe. Ia mendukung dan bersikap positif pada setiap keputusan Pemkot Surabaya termasuk rencana pembangunan ruang terbuka publik berupa Alun-alun Surabaya.
”Kalau bicara arsitektur, alun-alun itu biasanya dikelilingi kantor kabupaten, masjid, penjara, dan tempat belanja. Ini lokasinya benar-benar di tengah keramaian kota,” kata Benny.
Menurut dia, kawasan Balai Pemuda dinilai merupakan wilayah yang strategis, berperan sebagai gerbang menuju kantor Balai Kota dan menjadi entry point. Bangunan Balai Pemuda dapat mengatur komposisi simetri dan bangunan yang bentuknya laras.
”Jadi, di utara ada poros di bagian Jalan Yos Sudarso, kemudian dijemput Jalan Panglima Sudirman. Sebuah persimpangan biasanya punya peran khusus, yakni gerbang akan menganut komposisi simetri ada bangunan yang bentuknya laras, dan paling penting tidak kehilangan entry point-nya,” tuturnya.
Tak hanya membahas seputar bentuk dan istilah bangunan, Benny juga mendorong Pemkot Surabaya agar mempertahankan aset pemerintah itu. Langkah hukum harus ditempuh untuk merebut aset yang sudah selayaknya menjadi milik pemkot. ”Akan tetapi, jika jalur hukum belum berhasil, Pemkot Surabaya dan Maspion mencari jalan tengah agar semuanya berjalan,” ujar Benny.
Kini, Pemkot Surabaya menggantungkan asa kepada Mahkamah Agung melalui proses kasasi. Tapak tanah yang berada di pojok Jalan Pemuda dan Jalan Yos Soedarso serta persis di seberang Balai Pemuda itu memang sangat menggoda. Lokasinya benar-benar strategis karena hanya sepelemparan batu dari Balai Kota dan gedung DPRD Kota Surabaya.
Adanya Alun-alun Surabaya membuat kota yang suhu udaranya sudah turun dari 32 derajat celsius kini menjadi 29 atau 30 derajat celsius ini semakin memikat. Meski suhu udara sering berada di atas ubun-ubun, haus dan lelah pun tak bakal menyergap karena ruang publik seperti taman dan trotoar benar-benar publik rajanya.
Yang paling disukai oleh generasi milenial di kota ini, semakin banyak spot untuk berfoto: taman, gedung tua, museum, jembatan, patung, dan banyak lagi. Semoga alun-alun penambah indah dan nyaman tinggal di kota ini segera terealisasi.