Kecanduan bermain telepon genggam pada anak perlu diwaspadai. Peran orangtua dibutuhkan untuk menanamkan budaya literasi pada anak di dalam keluarga sejak dini. Upaya itu untuk meningkatkan minat baca anak.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS—Kecanduan bermain telepon genggam pada anak perlu diwaspadai. Peran orangtua dibutuhkan untuk menanamkan budaya literasi pada anak di dalam keluarga sejak dini. Tujuannya, menambah beragam bekal pengetahuan bagi hidup anak-anak itu kelak.
Dalam rangka Hari Buku Sedunia dan Hak Cipta Internasional, Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Purwakarta mengadakan acara festival literasi di halaman depan Perpustakaan Digital Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (23/4/2019). Inisiator kegiatan ini adalah berbagai gerakan literasi daerah seperti Forum Taman Bacaan masyarakat, Kampung Dongeng, dan Sanggar Sastra Purwakarta.
Festival dibuka pada 19 April 2019 dan berlangsung sampai 23 April 2019. Puncak acara pun ditutup dengan gerakan #PurwakartaMembaca. Gerakan itu mengajak puluhan murid TK hingga SMA untuk membaca buku pilihannya selama lebih kurang 15 menit.
Saat alat penghitung waktu menandakan mulai, para murid segera duduk dan membaca buku. Mereka serius membaca lembar demi lembar. Keheningan pun tercipta selama 15 menit. Begitu durasi waktu usai, mereka diminta memberikan sinopsis singkat tentang buku bacaan itu.
Kepala Seksi Layanan Perpustakaan di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Purwakarta Ritta Utami menyampaikan, gerakan #PurwakartaMembaca sangat penting mengembalikan budaya membaca di masyarakat. Menurut dia, budaya membaca buku saat ini perlu dikobarkan kembalikan, khususnya bagi anak-anak dan remaja yang lebih memilih telepon genggam dibandingkan membaca buku.
Ritta berharap, orangtua berpartisipasi aktif menumbuhkan budaya membaca sejak dini. Ia mencontohkan, misalnya, sepulang sekolah, para orangtua bisa mengantarkan anak-anaknya untuk berkunjung ke perpustakaan daerah. Proses penanaman budaya membaca akan cepat berhasil apabila didukung lingkungan baca yang baik.
Gerakan #PurwakartaMembaca selama 15 menit itu ternyata sangat menggembirakan bagi para siswa yang mengikutinya. Siswi kelas VIII SMP Negeri 1 Purwakarta Raden Denisa (14), mengapresiasi kegiatan ini. Denisa menyarankan kepada pemerintah setempat untuk melakukan kegiatan ini sesering mungkin.
Menurut hasil penelitian Central Connecticut State University, Amerika Serikat, yang dirilis Maret 2016, Indonesia menempati posisi kedua dari bawah dalam budaya literasi. Meski demikian, Denisa optimistis, bahwa minat baca para remaja Indonesia akan lebih baik dengan didengungkannya gerakan ini.
Sementara itu, Aliza Razwaty Nurrahman (16), siswi kelas X SMA Al Muhajirin Kampus 1 Purwakarta, mengaku senang ada gerakan ini. “Membaca dengan hati gembira dan tanpa keterpaksaan akan memberikan banyak manfaat, yakni rileks sekaligus menambah wawasan,” ucapnya.
Akan tetapi, Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat Purwakarta Rudi Aliruda menilai, peningkatan minat baca anak masih perlu didukung sarana dan akses memadai. Menurut pengalamannya, keterjangkauan anak-anak terhadap perpustakaan masih belum merata. Selain itu, belum banyak relawan yang mau terjun sebagai pegiat literasi.
Menurut Rudi, para pegiat literasi perlu bersinergi untuk memperluas gerakan. Dengan bersinergi, mereka bisa saling membantu, sehingga pemberdayaan minat baca dapat tercapai. “Jumlah koleksi buku di daerah juga harus terus ditingkatkan, kerja sama dengan berbagai institusi pemerintahan dan berbagai elemen masyarakat perlu diperkuat,” kata Rudi.