Isak tangis umat Katolik mewarnai jalan salib yang menggambarkan penyaliban Yesus Kristus, menjelang Misa Jumat Agung di Gereja Paroki Penfui, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Jumat (19/4/2019). Drama tersebut dibawakan mendekati kenyataan sehingga umat lebih menghayati salah satu upacara dalam rangkaian Tri Hari Suci tersebut.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·1 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Isak tangis umat Katolik mewarnai Jalan Salib yang menggambarkan penyaliban Yesus Kristus, menjelang Misa Jumat Agung di Gereja Paroki Penfui, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Jumat (19/4/2019). Drama tersebut dibawakan mendekati kenyataan sehingga umat lebih menghayati salah satu upacara dalam rangkaian Tri Hari Suci tersebut.
Drama ini diperankan Orang Muda Katolik Gereja Paroki Penfui, Kota Kupang. Umat menyaksikan bagaimana Yesus memanggul salib berat, sambil tubuhnya didorong, diinjak, dihina, dan diolok-olok sampai akhirnya dipaku di kayu salib.
Jalan Salib berawal di depan halaman Gereja Katolik Penfui, Kupang. Adi Nahak (27), yang memerankan Yesus, mampu menghayati peran dengan sangat baik. Adi menghayati teks Kitab Suci tentang kisah sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus. Ia memerankan Yesus dengan serius sampai mengundang isak tangis hadirin.
Sementara itu, pada misa penciuman salib Yesus, Romo Yohanes Subani mengajak umat bertahan menghadapi salib hidup masing-masing. Yesus sendiri sudah menjalani salib itu. Setiap orang mempunyai salib hidup masing-masing.
”Sakit, lapar, merasa ditinggalkan kekasih, dihina, ditertawai, dan gagal dalam usaha, serta semua penderitaan hidup adalah salib hidup manusia,” tutur Subani.
Menurut dia, salib ada bukan karena hadiah dari Allah, melainkan karena kejatuhan manusia pertama, Adam, dalam dosa. Dosa asal itu melahirkan salib bagi kehidupan setiap umat manusia.