Terus Berbuat Dosa, Manusia Lebih Pantas Menangisi Diri Sendiri
Manusia cenderung mudah tersentuh dan jatuh kasihan pada kisah sedih maupun penderitaan orang lain. Padahal, dengan begitu banyaknya dosa dan hal buruk yang terus-menerus dilakukan, manusia lebih pantas mengasihani diri sendiri.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Manusia cenderung mudah tersentuh dan jatuh kasihan pada kisah sedih ataupun penderitaan orang lain. Padahal, dengan begitu banyaknya dosa dan hal buruk yang terus-menerus dilakukan, manusia lebih pantas mengasihani diri sendiri.
Demikian dituturkan Romo F Yunarvian Dwi Putranto, Pr dalam homilinya pada perayaan Jumat Agung di Gereja Santo Ignatius, Kota Magelang, Jawa Tengah, yang dihadiri ribuan umat Katolik, Jumat (19/4/2019) malam.
Romo Yunarvian mengatakan, begitu banyak alasan dan momentum yang semestinya membuat manusia menangisi diri sendiri. Misalnya, saat lebih memilih menonton sinetron dibandingkan dengan berdoa. ”Pada hari Minggu, kita lebih memilih mengagendakan piknik daripada ke gereja dan saat di mana kita sengaja berbohong demi kepentingan pribadi serta menyelamatkan diri sendiri,” ujarnya.
Mengingat semua hal tersebut, menurut Yunarvian, seharusnya umat Katolik tidak perlu lagi mengaku sedih dan jatuh kasihan terhadap Yesus Kristus yang telah berkorban menebus dosa manusia. ”Tidak perlu lagi sedih dan mengasihani Yesus Kristus. Kasihanilah diri sendiri, yang terus-menerus berbuat dosa setiap hari,” ujarnya.
Pemahaman untuk berhenti mengasihani orang lain ini juga disampaikan Yesus Kristus kepada para perempuan Jerusalem yang menangisi diri-Nya saat memanggul salib ke Bukit Golgota. ”Tidak perlu lagi air mata untuk Yesus. Oleh karena itu, Yesus kemudian meminta para perempuan itu menangisi diri dan anak mereka masing-masing,” ujarnya.
Romo Yunarvian mengatakan, kisah sengsara Yesus Kristus semestinya dimaknai sebagai bahan refleksi bagi seluruh umat Katolik. Mengingat semua kisah penderitaan Yesus, umat semestinya tidak lagi perlu terlalu sibuk berempati, jatuh kasihan kepada cerita-cerita sedih di berbagai tempat, yang saat ini banyak diunggah di media sosial. Untuk memperbaiki situasi, hal terpenting yang harus dilakukan adalah memperbaiki diri sendiri terlebih dulu.
Adapun suasana misa perayaan Jumat Agung di Gereja Santo Ignatius berlangsung khidmat dan tenang. Kekhusyukan mendalam dari umat terlihat saat pembacaan kisah sengsara Yesus Kristus dan prosesi penciuman salib.
Semua kegiatan perayaan Jumat Agung berlangsung aman dengan melibatkan umat agama lain. Pada Jumat pagi, misalnya, sebagian pemeran drama refleksi Jumat Agung bertajuk ”Mangu” yang digelar oleh SMA Tarakanita adalah siswa beragama Kristen Protestan dan Islam.
”Perbedaan agama tidak pernah menjadi masalah. Mereka semua sukarela terlibat dalam drama ini,” ujar Kepala SMA Tarakanita Antonius Edi Purwono. Drama refleksi bertajuk ”Mangu” tersebut dimainkan 40 siswa kelas X dan XI.
Sore hari hingga malam, dua kali misa Jumat Agung yang berlangsung pada pukul 15.00 dan pukul 18.00 diamankan oleh sejumlah personel Banser, TNI dan polisi, yang merupakan umat agama lain. Para petugas tersebut siaga mengamankan sekitar gerbang dan sigap membantu umat menyeberang jalan, serta membantu mengatur akses masuk-keluar gereja.