PALEMBANG, KOMPAS —Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan membangun pabrik pengolahan sabut kelapa di Kabupaten Banyuasin guna menyerap limbah kelapa yang selama ini tidak dimanfaatkan secara optimal. Sabut kelapa ini diharapkan bisa menjadi sumber pendapatan tambahan bagi petani di tengah harga komoditas kelapa yang sedang anjlok.
Pembangunan pabrik ini menggunakan dana alokasi khusus (DAK) tahun 2019 sebesar Rp 16 miliar. Dana tersebut antara lain digunakan untuk pembangunan pabrik dan membeli mesin pengolah sabut kelapa. Pabrik ditargetkan mulai beroperasi Agustus 2019.
Pabrik itu nantinya menghasilkan produk setengah jadi, yakni coco peat dan coco fiber. Coco peat digunakan untuk media tanam, sedangkan coco fiber digunakan sebagai bahan membuat jok mobil.
Kepala Seksi Industri Kimia Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banyuasin Ardiyanson di Palembang, Jumat (5/4/2019), menyatakan, ide pembangunan pabrik itu muncul saat Kementerian Perindustrian mendapati tumpukan limbah sabut kelapa, sedangkan petani kesulitan membakarnya. ”Daripada dibakar, lebih baik digunakan untuk menghasilkan produk tertentu sehingga petani mendapatkan nilai tambah,” katanya.
Sebagai langkah awal, produk yang dihasilkan pabrik itu akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selebihnya akan diekspor ke beberapa negara, seperti Korea Selatan, China, dan Jepang.
”Beberapa pelaku pasar sudah bertanya kapan produk tersebut mulai dipasarkan. Ini menandakan kebutuhan produk dari sabut kelapa cukup besar,” ucapnya.
Bahan baku
Pabrik dibangun di Teluk Payo, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin. Kawasan ini dipilih karena merupakan salah satu sentra kelapa di Sumsel. Saat pabrik beroperasi, kebutuhan akan bahan baku sabut kelapa diperkirakan mencapai 16 ton per hari.
Wakil Ketua Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Petani Kelapa Indonesia (Perpekindo) Muhammad Ashri menyambut baik pembangunan pabrik sabut kelapa tersebut. Apalagi, selama ini sabut kelapa hanya sebatas limbah. Kebanyakan petani membuang sabut kelapa dan membakarnya.
Ia berpendapat, pembangunan pabrik akan memberikan penghasilan tambahan bagi petani di tengah keterpurukan harga kelapa. Saat ini harga kelapa bulat sekitar Rp 1.100 per butir, meningkat dibanding awal tahun 2019 yang hanya Rp 700 per butir. Namun, ini bukan harga terbaik lantaran harga kelapa pernah mencapai Rp 3.000 per butir.
Ashri optimistis kebutuhan bahan baku sabut kelapa untuk pabrik itu bisa terpenuhi karena produksi kelapa di Sumsel mencapai 46.000 ton pada 2018. Jumlah itu melebihi kebutuhan sabut kelapa sebesar 5.840 ton per tahun.
Kepala Bidang Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian menyatakan, keberadaan pabrik sabut kelapa ini akan menjadi tunas pembangunan sentra produksi kelapa terpadu di Sumsel.
Tahun 2017 dikucurkan dana sekitar Rp 9 miliar untuk pembangunan fasilitas sentra kelapa. Tahun 2019 dikucurkan lagi DAK Rp 16 miliar untuk membangun pabrik dan membeli mesin pengolahan sabut kelapa. Pembangunan sentra kelapa akan dilanjutkan hingga tahun 2022. (RAM)