MATARAM, KOMPAS — Kemiskinan berpengaruh dominan mendorong kasus stunting atau tengkes (bayi bertubuh pendek). Oleh sebab itu, para kepala desa diminta mengalokasikan dana desa untuk pengadaan air bersih, sanitasi, dan lingkungan guna mengurangi munculnya tengkes karena salah satu penyebab kemiskinan di masa depan.
”Kalau ingin mengurangi angka kemiskinan secara drastis dari akarnya, dari hulu, bereskanlah dulu stunting karena merupakan penyebab kemiskinan di masa depan,” ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Pemprov NTB tahun 2019, Kamis (4/4/2019), di Mataram, Lombok.
Kemiskinan dan tengkes saling memengaruhi, kata Menteri memberi contoh. Satu keluarga yang tidak miskin memiliki anak tengkes. Karena anak ini kurang gizi dan tidak memiliki sanitasi yang baik, tidak mendapat asupan gizi yang cukup, ketika sudah dewasa sangat besar potensinya menjadi orang miskin karena kesulitan mendapat pendidikan dan kesulitan beradaptasi lingkungan.
Kalau ingin mengurangi angka kemiskinan secara drastis dari akarnya, dari hulu, bereskanlah dulu stunting karena merupakan penyebab kemiskinan di masa depan.
”Jadi, perlu terus menurunkan angka kemiskinan. Saya sangat setuju Dana Desa bila dialokasikan untuk memberikan perhatian khusus untuk stunting,” kata Bambang. Paling tidak ada komponen dana desa yang bisa difokuskan untuk tengkes di antaranya aktivitas di posyandu.
Lewat posyandu, bayi yang lahir oleh para petugas bisa dimonitor tinggi, berat badan, dan asupan gizinya untuk bisa mencegah tengkes yang terjadi sejak bayi lahir. Kemudian air bersih dan sanitasi yang terkait dengan gaya hidup bersih dan sehat, yang diperkuat dengan infrastruktur sanitasi berupa instalasi pengolahan air limbah.
”Tolong, alokasikan dana desa untuk tiga opsi, supaya stunting bisa turun di NTB,” katanya sembari menambahkan bahwa NTB bisa menurunkan angka stunting, terindikasi dari penurunan jumlah kemiskinan yang memengaruhi angka stunting. Jumlah penduduk miskin di NTB September 2018 sejumlah 14,63 persen (735.600) atau turun dari 15,05 persen 2019.
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 stunting di Indonesia cukup tinggi, sebesar 3,08 persen atau turun dari 37,2 persen tahun 2013. Sementara menurut Kepala Dinas Kesehatan NTB Nurhandini Eka Dewi, angka stunting di NTB tahun 2013 mencapai 45,2 persen menurun menjadi 33,9 persen 2018.
Kepentingan instansi
Dalam bagian lain sambutannya, Menteri PPN minta agar bupati/wali kota melakukan update data jumlah penduduk, bukan untuk membantu kepentingan instansi tertentu, melainkan untuk mengetahui jumlah riil penduduk miskin. Bahkan diinginkan bayi yang baru lahir sudah mengantongi akta kelahiran.
Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid, seusai acara Musrenbang, mengatakan, sudah berupaya melakukannya, menjemput bola, mendatangi dan mendata nama bayi baru lahir. Namun, hal itu tidak bisa terlaksana karena menyangkut soal adat dan tradisi masyarakat suku Sasak, Lombok.
”Orangtua bayi tidak bisa memberikan nama bayi langsung ketika dilahirkan, sebab harus melalui acara ’perak api’ (memadamkan api), yaitu tujuh hari setelah bayi itu lahir, baru bayi itu diberikan nama,” kata Bupati Fauzan.