MATARAM, KOMPAS - Perserikatan Bangsa-Bangsa menargetkan akses air bersih bagi seluruh penduduk dunia pada tahun 2030, seperti tercantum dalam skema Sustainable Development Goals (SDGs). Saat ini, cakupan akses air bersih masih relatif minim, terutama pada masyarakat marginal seperti kelompok prasejahtera, masyarakat adat, pengungsi, dan kaum urban.
"Oleh sebab itu, PBB mengingatkan semua umat manusia untuk mencintai air dan mudah memperolehnya,” ujar Ketua Peringatan Hari Air Sedunia ke-27 tingkat Nusa Tenggara Barat I Gde Swardiari. Peringatan tahun ini dipusatkan di Lombok Barat, NTB, Minggu (31/3/2019).
Swardiari mengatakan, mengkampanyekan kebutuhan menjaga air bagi kehidupan harus dilakukan sejak usia dini melalui dunia pendidikan. Hal itu bertujuan agar masyarakat bukan hanya menyadari hak atas air, melainkan juga berkewajiban memelihara sumbernya.
Menurut Swardiari, yang juga Kepala Seksi Operasional dan Pemeliharaan Kantor Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara 1, saat ini masih ada 40 persen populasi dunia belum mempunyai akses air bersih, terutama masyarakat marginal. Secara nasional, akses warga terhadap air bersih sekitar 72 persen. Hal itu akan ditingkatkan menuju 77 persen tahun ini.
"Di Kabupaten Lombok Barat, akses untuk air bersih layak konsumsi baru 59 persen atau masih jauh dari capaian nasional sebesar 72 persen," ujar Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Lombok Barat I Made Arthadana.
Cakupan air bersih di Lombok Barat itu tidak terlepas dari kondisi daerah hulu yang mengalami degradasi, seperti kawasan Hutan Rinjani yang menjadi sumber mata air penduduk Pulau Lombok. “Tahun 1980-an tercatat ada 357 titik lokasi mata air. Sedangkan hasil penelitian pada tahun 2015, tinggal 72 titik yang tersisa," ujar Arthadana.
Oleh sebab itu, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dan PDAM Giri Menang, Lombok Barat, memberi perhatian serius terhadap kondisi daerah hulu. Hal itu di antaranya dengan memfasilitasi pembangunan air bersih berbasis jaringan sembari menggerakkan program konservasi dan restorasi sungai.
“Mengelola air itu harus lengkap dari hulu, tengah, hingga hilir. Di hulu mempertahankan sumber air, daerah tengah menyangkut penataan, dan hilirnya berupa pemanfaatan air,” tutur Arthadana.
Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid mengatakan, aktivitas restorasi sungai dan konservasi harus memperhitungkan faktor risiko air dan mempersiapkan penanganannya. "Kita harus mengelola air dengan baik. Jika tidak mempersiapkan (pengelolaan air), efek rusaknya jauh lebih hebat. Maka, menjaga alam juga penting. Air itu ibarat pisau bermata dua, sebagai berkah sekaligus musibah jika tidak bisa menyikapinya,” kata Fauzan.