Manfaatkan Lahan Tidur untuk Tangkal Krisis Pangan
Mengatasi ancaman rawan pangan di Nusa Tenggara Timur, masyarakat didorong terus menanam sejumlah tanaman ekonomis dengan memanfaatkan sebaik-baiknya sejumlah lahan tidur. Adapun pemerintah daerah bakal bertanggungjawab mencari pasar atas hasil-hasil produksi petani.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
KEFAMENANU, KOMPAS — Mengatasi ancaman rawan pangan di Nusa Tenggara Timur, masyarakat didorong terus menanam sejumlah tanaman ekonomis dengan memanfaatkan sebaik-baiknya sejumlah lahan tidur. Pemerintah daerah bakal bertanggung jawab mencari pasar atas hasil-hasil produksi petani.
Gubernur NTT Viktor Laiskodat, di hadapan Kelompok Tani Motivator Pembangunan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT di Kefamenanu, Selasa (12/3/2019), mengatakan, masih ada petani yang malas mengolah tanah dan menanam.
”Manfaatkan setiap daerah resapan air termasuk sumber-sumber mata air untuk menanam, terutama jenis tanaman keras, seperti mangga, bambu, nangka, jambu, dan kelapa. Tanaman yang lebih ekonomis lagi ialah cengkeh, vanili, lada, dan cokelat. Tanaman ini sebagai pelindung, juga bermanfaat secara ekonomis,” tutur Laiskodat.
Selain tanaman umur panjang, Laiskodat juga menyarankan penanaman palawija, seperti jagung, singkong, kacang-kacangan, padi gogo, dan umbi-umbian. Lahan tidur mesti dimanfaatkan sebaik mungkin.
Potensi lahan pertanian cukup tersedia. Hampir semua jenis tanaman bisa tumbuh dan berkembang di NTT. Namun, selama ini banyak kebutuhan pokok justru didatangkan dari luar daerah.
Menurut Laiskodat, petani juga tidak kesulitan pupuk. Pemprov sudah bekerja sama dengan sejumlah pabrik pupuk untuk menyuplai pupuk kepada petani. Pada 2020, diharapkan tidak ada lagi keluhan petani terkait ketersediaan pupuk. Selain itu, sebagai daerah ternak, cukup tersedia pupuk kandang dan organik.
Hampir semua jenis tanaman bisa tumbuh dan berkembang di NTT. Namun, selama ini banyak kebutuhan pokok justru didatangkan dari luar daerah.
Laiskodat mengakui, NTT bukan daerah pertanian sawah. Namun, petani diminta tidak menyerah pada kondisi alam yang tandus dan gersang.
Ia menjamin, hasil pertanian dan perkebunan milik petani tidak akan terbuang. Saat ini ada BUMD, BUMDes, dan koperasi yang akan membeli hasil dari petani, kemudian dijual ke luar NTT. Laiskodat juga meminta lembaga-lembaga tersebut membeli hasil petani dengan harga layak.
”Saya sudah berbicara dengan sejumlah pengusaha dan pemilik toko untuk menerima hasil produksi petani. Pemerintah tidak akan membiarkan hasil petani terbuang begitu saja atau dihargai rendah,” kata Laiskodat.
Hasil pertanian juga bisa diolah menjadi sabun, keripik, minuman ringan, pakan ternak, dan makanan ringan lain. Pemerintah memberikan kemudahan kepada pengusaha untuk mengolah hasil produksi pertanian tersebut.
Ia meyakini, jika sektor pertanian dioptimalkan, tidak akan ada rawan pangan dan busung lapar di NTT. ”Tidak ada pula dorongan untuk menjadi TKI atau TKW ilegal di luar negeri,” ujar Laiskodat.
Ketua Fraksi PKB DPRD NTT Yucundus Lepa mengatakan, beras untuk warga miskin, bantuan tunai langsung, program Keluarga Harapan, BPJS Kesehatan, dan Kartu Indonesia Pintar sebaiknya dikolaborasikan dengan program pertanian serta perkebunan. Setiap petani wajib menanam jenis tanaman apa saja di areal tertentu untuk kemudian mendapatkan bantuan-bantuan pemerintah.
”Selain itu, bisa juga setiap desa menggelar lomba petani teladan yang diumumkan setiap 17 Agustus. Petani teladan ini bisa dibagi per kategori, seperti lahan kering, lahan basah, tanaman palawija, tanaman umur panjang, dan peternak tersukses,” ucap Lepa.