Kondisi Rutan Tak Manusiawi, Sistem Hukum Perlu Dievaluasi
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Hampir semua kondisi rumah tahanan maupun lembaga pemasyarakatan di Indonesia mengalami kelebihan daya tampung karena tingginya peningkatan jumlah warga binaan setiap tahunnya. Hal itu menyebabkan kondisinya tidak manusiawi.
Dengan kondisi yang tidak mampu menghargai hak-hak dasar kemanusiaan itu, peran lembaga tersebut dalam pembinaan tidak akan maksimal. Bahkan, bisa jadi kondisi yang kurang manusiawi itu menumbuhkan rasa dendam dan berubah menjadi lebih jahat karena kehidupan yang tidak normal.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat berkunjung di Rumah Tahanan (Rutan) Medaeng, Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (10/3/2019). Kunjungan itu dalam rangka menjenguk musisi Ahmad Dhani Prasetyo yang ditahan di Rutan Medaeng.
“Daya tampung Rutan Medaeng ini hanya 504, akan tetapi isinya 2.877. Kamar atau sel ukuran 8 x 10 (meter) diisi oleh 114 orang sehingga mereka harus tidur sambil berdiri,” ujar Fahri Hamzah yang berkunjung selama hampir dua jam.
Fahri mengatakan, di tengah kesibukan pemerintah mengurus hal lainnya, pihaknya berharap ada perhatian terhadap kondisi rutan maupun lembaga pemasyarakatan (lapas). Alasannya, para penghuni lapas yang disebut warga binaan adalah juga bagian dari rakyat Indonesia yang tetap harus diperlakukan secara manusiawi.
Menurut dia, apabila kondisi rutan itu diketahui oleh negara lain, Indonesia bisa dituduh melanggar hak asasi manusia (HAM). Situasi di dalam rutan dan perlakuan terhadap para penghuninya bisa dianggap sebagai kejahatan negara terhadap warganya.
Fahri berpendapat, pemerintah perlu mengevaluasi sistem hukum, terutama peradilan yang saat ini diterapkan. Menurut dia, para terpidana tertentu agar cukup dihukum dengan membayar denda tanpa perlu hukuman badan. Ini untuk mengurangi jumlah penghuni lapas atau rutan.
Selain itu, dia menilai banyak sisi negatif dalam sistem hukuman badan. Contohnya, mereka tidak bisa lagi menjalankan tugas sebagai tulang punggung keluarga. Bahkan, banyak yang keluarganya menjadi berantakan. Fahri mengklaim kondisi lembaga penahanan saat ini jauh lebih buruk dibandingkan zaman kolonial.
"Lapas yang paling maju di Indonesia adalah Sukamiskin yang dibangun tahun 1918 atau 101 tahun lalu. Setiap penghuni lapas mendapat satu kamar, satu toilet. Politisi yang ditahan di sana menerima gaji dan mendapat mesin ketik,” kata Fahri.
Permainan Hukum
Selain menyoroti kondisi rutan, Fahri yang tiba sekitar pukul 13.30 WIB dan meninggalkan lokasi sekitar pukul 15.30 itu juga mengomentari terkait proses hukum terhadap musisi Ahmad Dhani. Menurut dia, kasus Dhani aneh dan ada permainan hukum yang tidak kasat mata serta bernuansa politik.
Ahmad Dhani saat ini tengah mengajukan banding terhadap vonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (28/1/2019). Dia dihukum setahun enam bulan penjara karena dinilai terbukti menyebarkan ujaran kebencian suku, agama, ras dan antargolongan di jejaring sosial sehingga melanggar Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Ahmad Dhani berada di Medaeng karena menjalani sidang dalam perkara lain di Pengadilan Negeri Surabaya. Ia didakwa melakukan ujaran kebencian pada massa aksi penentang deklarasi Relawan #2019 Ganti Presiden di Surabaya pada Agustus 2018.