KEBUMEN, KOMPAS — Potensi tanaman kopi di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, perlu dikembangkan. Dari hasil observasi Ketua Dewan Kopi Indonesia Anton Apriyantono bersama sejumlah insinyur dari Institut Pertanian Bogor, kopi di Kebumen belum diolah secara optimal.
Anton yang juga mantan Menteri Pertanian (2004-2009) bersama tim datang ke Bukit Pentulu, Kecamatan Karangsambung, pada Kamis-Jumat (7-8/3/2019). Di sana terdapat sebaran lahan seluas 70 hektar yang sudah ditanami kopi.
Kopi tumbuh dengan baik, tetapi perawatannya belum dimaksimalkan. ”Kami siap menjadi katalisator kebangkitan kopi rakyat Kebumen,” kata Anton dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (9/3/2019).
Menurut dia, potensi tanaman kopi Kebumen merupakan peluang bisnis yang menguntungkan apabila digarap serius. Seiring menanjaknya harga kopi di pasar lokal dan dunia, komoditas ini akan berpotensi mendorong perekonomian lokal. Kebumen dahulu merupakan salah satu sentra kopi yang dikembangkan Belanda, tetapi sesudah kemerdekaan, pamor kopi Kebumen justru memudar.
Kebumen adalah dataran rendah yang diselingi bukit-bukit dan gunung yang ketinggiannya berkisar 300-700 meter. Di beberapa daerah di Kebumen telah tumbuh tanaman kopi jenis robusta, antara lain di Kecamatan Karangsambung, Sempor, Prembun, Gombong, Ambal, dan Petanahan. Ciri khas kopi Kebumen adalah kuat rasanya, beraroma wangi, dan sedikit nuansa manis. ”Jenis robusta Kebumen saya yakin akan diterima dengan baik oleh industri. Namun, ini bukan tipe kopi racikan kafe,” katanya.
Sudjarwo Marsoem, salah satu anggota tim, menyampaikan, tanaman kopi baik ditanam di lereng perbukitan karena dapat diandalkan untuk menjaga lereng bukit dari erosi. ”Kebumen itu banyak menyimpan mutiara terpendam yang belum tergarap,” katanya.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Bidang Hortikultura dan Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kebumen Santoso mengatakan, kopi di Kebumen masih dalam tahap pengembangan dan belum ada data pasti mengenai jumlah tanaman serta produktivitasnya.
”Kopi di Kebumen sementara ini berkembang di Kecamatan Rowokele, Sadang, dan Karanggayam. Pengelolaannya secara perseorangan dan belum intensif. Ke depan, pengelolaannya diharapkan mengikuti (aturan) teknis yang dianjurkan,” kata Santoso.