Pemprov Jatim Siapkan Pembangunan Perlindungan Di Hongkong
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyiapkan pembangunan tempat perlindungan bagi pekerja migran di Hongkong. Hal itu dilakukan untuk melindungi mereka, membantu menyelesaikan persoalan atau mengadvokasi, dan memberikan bekal ketrampilan yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas kerja maupun mendorong kemandirian berusaha.
Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jatim, Pekerja Migran Indonesia (PMI) tersebar di beberapa negara, namun yang terbanyak di Hongkong. Jumlah total PMI di Hongkong 300.000 orang dan 170.000 orang diantaranya berasal dari Jatim. Jumlah PMI asal Jatim itu mencapai 56 persen.
“Mengingat jumlah PMI Jatim merupakan yang paling banyak, mereka membutuhkan tempat perlindungan atau shelter yang baik di Hongkong. Untuk menyiapkan pembangunannya, komunikasi dengan sejumlah pihak yang sangat dekat dengan pekerja terus dilakukan,” ujar Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di Sidoarjo, Minggu (3/3/2019).
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jatim Estu Bagio menambahkan, pemerintah Indonesia sebenarnya sudah memiliki tempat perlindungan di Hongkong yang bisa diakses oleh semua pekerja dari berbagai wilayah nusantara. Akan tetapi Pemprov Jatim ingin membangun khusus untuk PMI asal Jatim karena jumlahnya besar.
Selain itu agar para PMI ini mendapatkan penanganan secara maksimal. Alasannya banyak persoalan yang dihadapi oleh pekerja migran selama mereka bekerja di negara tujuan. Permasalahan itu antara lain konflik dengan majikan atau perusahaan pengerah jasa tenaga kerja. Selain itu ada masalah yang terkait dengan pribadi pada pekerja.
“Masalah terkait pribadi pekerja ini juga cukup banyak sehingga memerlukan penanganan, pendampingan, dan bimbingan untuk penguatan mental dan mencari solusi,” ujar Estu.
Estu mengatakan mayoritas PMI di Hongkong adalah perempuan. Karena sering bergaul dengan sesama jenis, dan mungkin juga memiliki trauma dengan pasangan sebelumnya, ada beberapa dari mereka yang kemudian mengalami masalah perubahan orientasi seksual. Hal itu tentunya perlu penanganan dan konseling.
Masalah terkait pribadi pekerja ini juga cukup banyak sehingga memerlukan penanganan, pendampingan, dan bimbingan untuk penguatan mental dan mencari solusi
Disisi lain, banyak PMI yang belum memiliki pengetahuan cukup untuk mengelola penghasilan mereka. Dikirim ke keluarga di kampung halaman, tidak menjamin uang akan digunakan dengan tepat. Bisa juga untuk konsumtif atau hal lain yang kurang produktif sehingga ketika pekerja tidak lagi bekerja mereka tidak memiliki tabungan yang cukup.
Pemprov Jatim berharap di tempat perlindungan itu mereka bisa menyiapkan pelatihan ketrampilan untuk pekerja agar kelak siap menghadapi masa pensiun. Dengan bekal ketrampilan itu pekerja bisa membangun kemandirian berusaha di kampung halaman masing-masing sehingga tidak perlu kembali menjadi pekerja migran.
Estu menambahkan untuk membangun tempat perlindungan bukan perkara mudah sebab Pemprov Jatim tidak memiliki kewenangan untuk berhubungan dengan negara lain. Hubungan antarnegara ditangani oleh Kementerian Luar Negeri. Oleh karena itulah, Pemprov Jatim memerlukan dukungan pemerintah pusat untuk mewujudkan pembangunan tempat perlindungan yang representatif dan bisa dibiayai melalui APBD Jatim.