Kebutaan akibat katarak masih tinggi di Indonesia, termasuk di Nusa Tenggara Barat. Hal itu disebabkan pancaran sinar matahari yang tinggi dan backlog atau penambahan jumlah sisa penderita yang tidak tertangani tahun sebelumnya di provinsi itu.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·2 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Kebutaan akibat katarak masih tinggi di Indonesia, termasuk di Nusa Tenggara Barat. Hal itu disebabkan pancaran sinar matahari yang tinggi dan backlog atau penambahan jumlah sisa penderita yang tidak tertangani pada tahun sebelumnya di provinsi itu.
”NTB termasuk daerah yang angka backlog kataraknya tinggi,” kata Pelaksana Tugas Rumah Sakit Mata NTB dokter Handomi Hasan di Mataram, Minggu (3/2/2019). Berdasarkan data Februari 2019, backlog katarak di NTB mencapai 21.830 orang buta katarak. Penderitanya adalah warga berusia lanjut. Jumlah itu turun dari 23.000 orang pada Desember 2018.
Berdasarkan survei kebutaan Rapid Assessment Avoidable Blindness tahun 2014, penderita katarak usia di atas 50 tahun di NTB sebanyak 27.000 orang. Dari jumlah itu, 4 persen katarak dua mata dan 8 persen katarak satu mata. Jika total penderita katarak dikurangi jumlah yang dientaskan pada tahun sebelumnya sekitar 4.000 orang, berarti masih ada penumpukan sekitar 23.000 penderita yang terancam buta.
Pertambahan backlog disebabkan pertumbuhan pasien baru katarak yang mencapai 0,1 persen di NTB. Penanganan terbaik katarak adalah melalui operasi mengangkat lensa mata yang keruh, lalu menggantinya dengan lensa agar penglihatan kembali normal.
Untuk operasi itu, kata Handomi, Rumah Sakit Mata NTB mendapat dana bahan habis pakai untuk 500 orang, terbatas untuk pasien BPJS Kesehatan. Padahal, penderita katarak yang tidak memiliki BPJS jumlahnya jauh lebih banyak.
Beruntung, ada sejumlah komunitas yang melakukan bhakti sosial operasi katarak gratis pada 2018. Hal itu membuat backlog katarak pada awal 2019 berkurang 1.170 orang.
”Oleh karena itu, perlu intervensi dari semua kalangan untuk menurunkan backlog. Setidaknya, backlog tahun 2021 bisa mencapai 5.000 orang. Kalau tidak ada bakti sosial operasi katarak gratis, angka kebutaan di NTB makin lama makin tinggi,” katanya.
Tingginya penderita katarak di NTB, menurut dokter spesialis mata dr SpM Sriana Wulansari, disebabkan beberapa alasan. Misalnya, ketiadaan biaya dari penderita, harus mendapat persetujuan dari keluarga apabila penderita diperiksa dan dioperasi, kurangnya akses informasi dan kondisi geografis tempat tinggal penderita yang terpapar radiasi sinar ultraviolet (UV). Di Pulau Sumbawa, misalnya, UV bisa mencapai poin 7 dari poin ideal 4. Hal itu terlebih lagi penduduk NTB umumnya petani dan nelayan yang bekerja di bawah sinar matahari sehingga berpotensi menderita katarak.