PONTIANAK, KOMPAS — Jalan provinsi yang menghubungkan Kabupaten Sintang menuju Melawi, Kalimantan Barat, tertimbun longsor, Jumat (1/3/2019), tepatnya di Kecamatan Belimbing Melawi. Longsor yang berjarak sekitar 300 kilometer dari Kota Pontianak itu tidak mengakibatkan korban jiwa, tetapi transportasi di jalur tersebut lumpuh total.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Melawi Syafarudin, Jumat (1/3/), mengatakan, jalan provinsi itu tertutup tanah karena Bukit Matuk longsor. Jalan yang tertutup longsor tersebut mencapai 3 kilometer dengan lima titik longsor yang letaknya tidak berjauhan.
”Longsor mulai terjadi sejak Jumat (1/3), pukul 00.02. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu, tetapi ada satu rumah warga yang tertimbun tanah. Sejak Jumat pagi, petugas sedang dalam proses membersihan lokasi menggunakan alat berat. Belum bisa dipastikan kapan pembersihan jalan itu selesai dilakukan,” tutur Syafarudin.
Material yang longsor hingga ke jalan itu berupa kayu-kayu, batu, dan tanah yang berlumpur sehingga tidak bisa diterobos. Akibatnya, jalur transportasi di jalur itu sementara lumpuh total.
Banyak pengemudi yang kembali ke kota asalnya karena tidak bisa melanjutkan perjalanan. Tidak ada jalur darat alternatif yang menghubungkan Sintang-Melawi.
”Longsor itu dipicu hujan yang deras. Hal itu diperparah adanya pertambangan batu di Bukit Matuk. Bukit itu sering ditambang warga sehingga gundul dan mudah sekali longsor,” ujar Syafarudin.
Longsor itu dipicu hujan yang deras. Hal itu diperparah adanya pertambangan batu di Bukit Matuk.
Longsor terjadi beberapa kali, awal 2019. Pada awal Februari, longsor terjadi di sejumlah lokasi di jalan negara menuju perbatasan Indonesia-Malaysia di Kabupaten Bengkayang. Namun, tidak semua areal badan jalan tertutup total oleh material longsoran.
Adapun longsor yang terjadi pada 2 Februari di Desa Medeng dan Desa Sungkung II, Kecamatan Siding, Bengkayang, pukul 21.30, menimbulkan korban jiwa. Sebanyak 3 orang tewas, 2 orang hilang, dan 11 rumah tertimbun. Lonsor itu terjadi setelah hujan deras.
Lokasi longsor itu terpencil. Warga juga tinggal di lereng bukit yang berpotensi longsor saat hujan. Dari 11 rumah yang rusak, sembilan rumah rusak parah dan dua lagi tertimbun tanah. Penduduk yang rumahnya tertimbun saat itu mengungsi ke rumah kerabatnya dan di gereja.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar Anton P Widjaya, dalam beberapa kali kesempatan, mengungkapkan, kerap terjadinya bencana ekologis di Kalbar menunjukkan daya dukung lingkungan di Kalbar semakin menurun. Daerah-daerah yang semula tidak rawan bencana menjadi rawan bencana.
Karena itu, izin investasi ekstraktif hendaknya dihentikan atau ditinjau ulang, terutama di daerah resapan air. Pemerintah saatnya memulihkan kerusakan alam yang terjadi akibat dampak eksploitasi lingkungan.