AMBON, KOMPAS Aparat gabungan Polri dan TNI menemukan puluhan bom dan senjata api pascakonflik berdarah antara warga Desa Hualoy dan Desa Latu, Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, Rabu (20/2/2019). Kepemilikan senjata itu menjadi ancaman serius bagi keamanan Maluku yang pernah dilanda konflik sosial.
Rinciannya, sebanyak 42 bom molotov, 44 bom pipa, 2 pucuk senjata rakitan, 2 alat pelontar bom, 7 anak panah, 1 buah peluru standar kaliber 5,56 milimeter, 1 buah parang, serta 122 liter campuran bensin dan minyak tanah untuk pembuatan bom molotov. Selain itu, tujuh senjata api sudah diserahkan secara sukarela kepada petugas.
Ketua Komisi Nasional HAM Provinsi Maluku Benediktus Sarkol saat dihubungi, Selasa, mengaku kaget dengan kepemilikan senjata sebanyak itu. ”Ini mengancam keamanan Maluku. Warga di desa-desa yang berada dekat lokasi konflik itu tentu mulai merasa tidak aman,” katanya.
Ia berharap aparat terus melakukan pendekatan untuk melucuti semua senjata dan bahan peledak. Kuat dugaan, senjata dan bahan peledak itu sebagian merupakan sisa peninggalan konflik sosial bernuansa SARA di Maluku sekitar 20 tahun silam, sebagian lagi baru dirakit oleh warga.
Pada saat konflik dulu, banyak warga belajar merakit bom. Senjata standar juga banyak beredar di Maluku. Kala itu, gudang penyimpanan senjata milik Brigade Mobil Polda Maluku di Ambon pernah dibobol. ”Kami menduga masih banyak senjata dan bahan peledak yang disembunyikan,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat yang dihubungi secara terpisah.
Oleh karena itu, Polda Maluku mengimbau warga di kedua kampung tersebut dan di kampung-kampung lain di Maluku agar secara sukarela menyerahkan senjata kepada aparat. Penyerahan senjata secara sukarela tak akan dikenai sanksi. ”Kami akan terus melakukan razia. Kalau ketahuan, itu yang diproses hukum,” katanya.
Terkait pengamanan setelah bentrokan, lanjut Roem, hingga kini 327 personel gabungan Polri dan TNI masih menyekat perbatasan kedua desa. Penyekatan itu bertujuan untuk mencegah terjadi bentrokan susulan. Bentrokan pekan lalu menyebabkan satu orang tewas dan beberapa orang terluka akibat terkena tembakan. Empat sekolah juga dibakar.
Kendati situasi sudah reda, belum ada kesepakatan damai di antara kedua desa. Negosiasi damai masih terus diupayakan oleh pejabat pemerintah daerah, Polri, dan TNI.
Pegiat perdamaian Maluku, Abidin Wakano, berpendapat, potensi konflik warga antardesa bertetangga di beberapa wilayah di Maluku cukup tinggi. Untuk penyelesaiannya, dibutuhkan pendampingan lewat program bersifat sosial dan ekonomi secara berkelanjutan. Dalam sejumlah kasus konflik, pendekatan itu cukup efektif. (FRN)