Warga Kabupaten Malang Pertanyakan Penanganan Kasus Pungli Sertifikat
Oleh
DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Sekitar 1.000 warga Desa Srimulyo, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (26/2/2019) siang, berunjuk rasa di depan Markas Kepolisian Resor Malang di Kepanjen, Kabupaten Malang. Mereka menanyakan kejelasan penanganan kasus pungutan liar dalam pengurusan sertifikat tanah.
Sebelumnya, tahun 2017, mereka telah melaporkan kasus dugaan pungutan liar pengurusan sertifikat program Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) yang diduga melibatkan oknum perangkat desa setempat dengan nilai Rp 1 juta sampai Rp 10 juta per sertifikat. Di Srimulyo ada sekitar 800 warga yang mengurus sertifikat tersebut.
Warga mengendarai puluhan truk. Mereka sampai di depan Mapolres sekitar pukul 10.00. Di tempat ini mereka berorasi dan minta pihak yang menangani kasus tersebut untuk keluar menemui mereka.
”Kami menuntut keadilan. Sudah dua tahun tidak ada perkembangan penanganan kasus,” ujar Prawitno, koordinator pengunjuk rasa dalam orasinya.
Kami menuntut keadilan. Sudah dua tahun tidak ada perkembangan penanganan kasus.
Mereka ditemui Kepala Bagian Operasional Polres Malang Komisaris Sunardi. Saat itu, Kepala Polres Malang Ajun Komisaris Besar Yade S Ujung sedang rapat di Surabaya dan wakilnya, Komisaris Yhogi Setiawan, sedang berada di Jakarta.
Sunardi kemudian mengarahkan pengunjuk rasa ke Kejaksaan Negeri Kepanjen karena kasus ini sudah dilimpahkan ke kejaksaan. ”Saya akan memfasilitasi saudara-saudara agar masalah ini segera tuntas. Hari ini Reserse dan Kepala Satuan akan saya bawa ke kejaksaan supaya tidak saling melempar. Saya siap mendampingi,” ujarnya.
Pengunjuk rasa kemudian bergeser menuju kejaksaan. Di tempat ini mereka kembali berorasi, akhirnya sekitar 10 perwakilan warga diajak masuk ke aula untuk audiensi dengan pihak kejaksaan dan kepolisian.
”Semestinya pengurusan sertifikat program prona gratis. Tapi di Srimulyo ada biaya yang dibebankan kepada masyarakat. Ini dilakukan oleh perangkat desa,” kata Prawitno.
Kajari Abdul Qohar AF mengatakan, pihaknya belum memproses kasus ini karena masih ada unsur yang belum lengkap. Berkas terakhir diterima pihak kejaksaan Jumat pekan lalu dengan jumlah tersangka enam orang.
”Berkas tahap satu sudah dibawa kemari. Namun, setelah saya teliti masih ada yang belum lengkap, yakni unsur memaksa seseorang memberikan sesuatu membayar atau menerima pembayaran. Unsur lainnya menguntungkan diri sendiri ini sudah terpenuhi,” ujarnya.
Baca juga: Sertifikasi Prona di Kabupaten Tangerang Berlarut-larut