Panen cabai di lahan pertanian perkotaan di Sumur Welut, Kecamatan Lakarsantri Surabaya, Rabu, (20/02/2019).
SURABAYA, KOMPAS - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berkomitmen untuk mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan melalui program urban farming. Bahkan, program yang digagas sejak 2010 itu, dinilai mampu memberdayakan kelompok-kelompok tani yang ada di kota berpenduduk 3,2 juta jiwa ini.
Salah satunya kelompok tani di wilayah Kelurahan Sumur Welut Kecamatan Lakarsantri, hingga sekarang masih eksis menerapkan program ketahanan pangan tersebut. Meski umumnya petani memanfaatkan lahan milik pengembang yang belum dipakai serta milik sendiri, produksi hasil pertanian dari wilayah bisa diandalkan.
Menurut Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Surabaya, Presley di Surabaya, Kamis (21/2/2019), sebagian besar masyarakat di wilayah Kelurahan Sumur Welut bekerja di bidang pertanian. Mereka menerapkan program urban farming dengan memanfaatkan lahan kosong untuk usaha berbagai jenis pertanian, seperti bertanam padi, jagung, cabai dan sayuran. “Sebagian besar itu petani semua, karena lahannya masih luas,” kata Presley, ketika panen cabai di lahan pertanian daerah Sumur Welut.
Seperti diwartakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjadi pembicara di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) New York, Selasa (19/2/2019). Dalam forum tingkat dunia itu mengangkat tema From Global Issues to Local Priorities: The Role Of Cities In The Global Agenda, Including Cities For Sustainable Development, Food Security, Nutrition Ad Climate Change", Risma menungkapkan bahwa terkait ketahanan pangan warga Surabaya, sejak 2010, Pemkot Surabaya sudah menerapkan program urban farming.
Warga kami ajak menanam buah-buahan, sayuran, dan padi di tanah milik pemerintah, swasta dan tanah milik petani sendiri di lingkungan mereka masing-masing
Urban farming yang diterapkan Pemkot Surabaya tidak menggunakan pestisida dan hanya menggunakan pupuk alami, sehingga tanaman bebas bahan kimia. "Warga kami ajak menanam buah-buahan, sayuran, dan padi di tanah milik pemerintah, swasta dan tanah milik petani sendiri di lingkungan mereka masing-masing," katanya.
HUMAS PEMKOT SURABAYA
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berbicara soal ketahanan pangan dang pengentasan kemiskinan di markas Perserikatan Bangsa-bangsa di New York, Selasa (19/2/2019).
Untuk itu pemkot pun memberi warga benih dan peralatan gratis. Sekarang warga tak hanya menanam hortikultura tetapi juga padi beras merah dan hitam. Menurut Wali Kota Risma, program ini juga diterapkan di kampung-kampung Surabaya serta lingkungan perkotaan, termasuk pula di sekolah dan berbagai kampus di Kota Pahlawan.
Sebulan sekali, pemkot menyelenggarakan minggu pertanian di Taman Surya Balai Kota Surabaya, sebagai ajang bagi warga memamerkan sekaligus memasarkan semua produk pertanian perkotaan
Hasil urban farming ini untuk memasok kebutuhan di kota, termasuk di hotel dan restoran, serta beberapa didistribusikan ke kota-kota tetangga lain. “Sebulan sekali, pemkot menyelenggarakan minggu pertanian di Taman Surya Balai Kota Surabaya, sebagai ajang bagi warga memamerkan sekaligus memasarkan semua produk pertanian perkotaan," ujar Risma.
Saat ini hampir sekitar 80 persen masyarakat di Kelurahan Sumur Welut memilih untuk bertanam cabai. Alasannya, karena jenis tanaman hortikultura ini dinilai lebih menghasilkan keuntungan dengan masa tanam yang relatif cepat. Maka dari itu, sebagian besar kelompok tani lebih memilih komoditas hortikultura tersebut. “Warga umumnya tanam cabai rawit, namun belakangan mencoba cabai besar dan hasilnya melebihi perkiraan petani,” ujar Presley.
Ia mengungkapkan di wilayah Kecamatan Lakarsantri terdapat delapan kelompok tani, dengan anggota berjumlah sekitar 622 orang. Sementara untuk luas lahan pertanian, mencapai 457 hektar dan saat ini masih aktif dikerjakan oleh para petani.
Pihaknya mengaku, akan terus memberikan pendampingan kepada para kelompok tani agar hasil panen mereka bisa terus melimpah. “Jadi setiap RW memiliki kelompok tani masing-masing, jadi sekarang 80 persen masyarakat tanam cabai dan sisanya padi,” terangnya.
Sering panen
Ketua Kelompok Tani Sumur Welut Makmur, Kelurahan Sumur Welut Surabaya Heri menyampaikan dalam setiap tanam cabai, pihaknya mampu menghasilkan panen sebanyak 14 kali.. Dalam satu hektar tanaman cabai, petani rata-rata bisa menghasilkan 250 kilogram.
“Untuk masa tanam cabai merah, empat hari sekali sudah dipetik. Cabai rawit enam hari sekali, dalam kondisi harga stabil minimal petani tak mengalami kerugian, katanya.
KOMPAS/AGNES SWETTA PANDIA
Produksi dari lahan pertanian yang sempit tidak hanya untuk warga Surabaya, tetapi juga dipasarkan ke Tangerang, Banten terutama cabai merah yang dikembangkan dengan sistem pertanian perkotaan atau urban farming di Sumur Welut, Kecamatan Lakarsantri Surabaya, Rabu, (20/02/2019).
Sementara untuk mendukung hasil produk pertanian mereka, dalam setiap bulan Pemkot Surabaya juga mengadakan kegiatan bertajuk minggu pertanian, sebagai wujud komitmen dalam mengembangkan dan mempromosikan produk pertanian, perikanan dan peternakan di Kota Surabaya.
Untuk masa tanam cabai merah, empat hari sekali sudah dipetik. Cabai rawit enam hari sekali, dalam kondisi harga stabil minimal petani tak mengalami kerugian
Salah satunya yaitu Heri yang selalu aktif mengikuti acara minggu pertanian tersebut, untuk mempromosikan dan menjual hasil produk-produk pertanian anggotanya.
“Saya sebulan sekali ikut bazar di Balai Kota, saya bawa jagung, kacang hijau, terong, cabai dan semua produk pasti habis terjual,” kata dia.
Ketua RW 03 Kelurahan Sumur Welut Surabaya Eko Wahyudi menambahkan selama ini jika ada kendala dalam bidang pertanian, Pemkot Surabaya melalui dinas terkait selalu turun untuk memberikan dukungan dan solusi atas permasalahan para petani. “Kalau ada kendala sedikit, pihak PPL langsung turun, dari pihak instansi sendiri pertanian juga turun memberi dukungan,” pungkasnya.