Dubes Sarundajang Minta Perketat Keamanan Perbatasan
Oleh
Jean Rizal Layuck
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah Indonesia diminta waspada terutama di wilayah perbatasan Kabupaten Sangihe dan Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara, atas ancaman dari utara menyusul aksi terorisme di Filipina selatan. Serangan bom di Jolo, Provinsi Sulu, dan pendudukan Marawi oleh kelompok teroris beberapa waktu lalu menjadi pengingat agar Indonesia selalu waspada.
Duta Besar Indonesia untuk Filipina Sinyo Harry Sarundajang dihubungi dari Manado, Kamis (21/2/2019), mengatakan, ancaman dari utara cukup krusial menyusul aksi terorisme di Katedral Jolo menewaskan 20 orang, akhir Januari lalu. Sebelumnya kelompok teroris Maute sempat menduduki Pulau Marawi pada 2017.
Masalah lain yang dihadapi Indonesia, ujar Sarundajang, adalah munculnya serangkaian aksi penculikan dari kelompok radikal Abu Sayyaf terhadap nelayan dan pekerja kapal yang melintas di Laut Sulu. Terakhir dilaporkan dua warga Indonesia asal Wakatobi, Sulawesi Tenggara, bernama Hariadi dan Heri, yang bekerja di kapal ikan Malaysia diculik Abu Sayyaf.
”Masalah ini (penculikan) masih diselidiki. Percaya saja kami terus bekerja dengan mengirim sejumlah staf ke Mindanao. Kami juga meminta Konjen di Davao lebih aktif menyelidiki,” katanya.
Menurut Sarundajang, keberadaan kelompok teroris Maute sulit dideteksi, demikian halnya kelompok radikal Abu Sayyaf di wilayah Sulu yang diyakini terus membentuk sel baru di kawasan Filipina selatan. Ditambahkan wilayah Mindanao, Filipina selatan, menjadi wilayah paling subur dalam pembentukan sel dan perekrutan anggota baru.
Kawasan Mindanao dapat dijangkau dengan perahu motor dari wilayah utara Indonesia seperti Sangihe dan Talaud. Dari Marore, orang dapat ke Mindanao dengan perahu motor selama empat hingga lima jam.
Sarundajang mengatakan, Pemerintah Filipina masih memberlakukan status darurat militer khusus untuk Mindanao dan melakukan pengejaran terhadap kelompok teroris di sana.
Panglima Kodam XIII Merdeka Mayor Jenderal Tiopan Aritonang mengatakan, aparat TNI di wilayah perbatasan telah siaga menjaga wilayah darat dan laut Indonesia sejak konflik Marawi tahun 2017.
Pasukan TNI Angkatan Darat dan TNI Angkatan Laut yang berada di Kabupaten Sangihe dan Kabupaten Talaud menempati lima pos perbatasan, yakni Marore, Marampit, Kawaluso (Sangihe), Miangas dan Kabaruan (Talaud). Aritonang tidak merinci jumlah pasukan yang ditempatkan di sana.
Penjagaan juga dilakukan di puluhan pulau tidak berpenghuni di Kabupaten Sangihe dan Kabupaten Talaud dengan melakukan ronda keliling pulau setiap hari. Hal sama juga dilakukan pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Utara yang mengirim 100 pasukan Brimob ke wilayah perbatasan.
Menurut Komisaris Besar Ibrahim Tompo dari Humas Polda Sulut, Polda Sulut menugasi pasukan terlatih dari kesatuan Brimob Polda Sulut. Pasukan itu setiap tahun diganti agar tetap segar. Pekan lalu, keberadaan petugas keamanan di Miangas dikunjungi oleh Kapolda Sulut Inspektur Jenderal Sigit Tri Hardjanto.
Bupati Kepulauan Sangihe Jabes Gaghana mengatakan, masalah krusial di perbatasan menyangkut pulau kosong. Kabupaten Sangihe memiliki 105 pulau, hanya 26 pulau yang berpenghuni, sedangkan 79 pulau kosong. Gugusan pulau kosong sebagian berada di wilayah perbatasan. ”Pulau kosong ini harus intens dijaga,” ucapnya.