Seribu Nelayan Ditargetkan Mampu Memahami Cuaca dan Iklim
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menargetkan, sedikitnya 1.000 nelayan di Indonesia mampu memahami kondisi cuaca dan iklim, tahun ini. Pemahaman itu penting tidak saja untuk melindungi keselamatan nelayan saat melaut, tetapi juga meningkatkan pengelolaan di sektor perikanan dengan cara memaksimalkan produktivitas.
Dalam kerangka meningkatkan pemahaman terhadap informasi meteorologi maritim serta kondisi cuaca dan iklim yang sangat beragam dan cenderung tidak pasti, BMKG menyelenggarakan program Sekolah Lapang Nelayan (SLN). Pelaksanaan sekolah lapang ini ditargetkan minimal dilaksanakan di 30 lokasi dengan jumlah peserta 30-40 orang per lokasi atau total sekitar 1.000 nelayan.
”Secara kuantitatif, target itu belum ada apa-apanya dibandingkan dengan populasi nelayan di Nusantara yang sangat besar mengingat hampir 75 persen wilayah Indonesia merupakan kawasan perairan,” ujar Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono Prabowo disela acara SLN di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (18/2/2019).
Secara kuantitatif, target itu belum ada apa-apanya dibandingkan dengan populasi nelayan di Nusantara yang sangat besar mengingat hampir 75 persen wilayah Indonesia merupakan kawasan perairan.
Prabowo mengatakan, sasaran sekolah lapang ini tidak hanya nelayan atau kelompok nelayan, tetapi juga petugas penyuluh perikanan dan instansi terkait. Harapannya, para peserta sekolah lapang bisa menyebarluaskan atau mendiseminasikan pengetahuan serta layanan informasi meteorologi maritim kepada masyarakat luas yang memerlukan. Dengan demikian manfaat informasi meteorologi bisa dirasakan secara langsung oleh pengguna.
Adapun materi sekolah lapang, lanjut Prabowo, terbagi menjadi dua hal, yaitu pengetahuan secara teoretis dan praktik lapangan. Materi yang disampaikan meliputi pengenalan alat ukur beserta unsur-unsur pada cuaca, iklim, dan kelautan. Pemahaman tentang angin, awan, hujan, gelombang, arus, dan pasang surut.
”Selain itu, juga diberikan materi tentang bagaimana memahami cuaca dan iklim dalam kegiatan perikanan, seperti kegiatan menangkap ikan,” kata Prabowo.
Para nelayan pada dasarnya sudah memahami aktivitas menangkap ikan yang menjadi pekerjaan mereka sehari-hari. Namun, ada berbagai hal yang secara ilmiah bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas mereka. Contohnya bagaimana memahami iklim dan cuaca untuk menentukan potensi sumber daya ikan di laut.
Rawan terempas
Pada awal tahun baru seperti saat ini, nelayan mengenalnya sebagai masa musim hujan dan terjadinya angin musim barat. Pada kondisi seperti ini, tangkapan ikan biasanya sedikit, sedangkan resiko melaut sangat tinggi karena perahu mereka rawan terempas angin kencang dan gelombang tinggi.
Namun, secara ilmiah sebenarnya pada kondisi seperti ini laut memiliki potensi ikan yang cukup banyak. Hal yang perlu dilakukan adalah memetakan wilayah perairan yang masih aman untuk melaut dan memiliki potensi hasil tangkapan tinggi. Pemetaan itu penting supaya nelayan bisa memprediksi kebutuhan modal melaut dan produktivitasnya.
”Berapa kebutuhan bahan bakar minyak, kebutuhan pangan anak buah kapal, dan kebutuhan lainnya agar aktivitas melaut mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi dan bermanfaat secara ekonomi,” ucap Prabowo.
Salah satu peserta sekolah lapangan, Rochim, nelayan asal Desa Tambak Cemandi, Sidoarjo, mengatakan, pihaknya menyambut baik kegiatan itu karena memiliki manfaat yang besar. Manfaat itu antara lain menambah pengetahuannya tentang iklim dan cuaca sebagai pedoman dasar melaut.
”Dulu, patokan melaut, ya, bintang di langit. Apabila ada angin, kami tidak bisa antisipasi karena tidak tahu,” ucap Rochim.
Hariyanto, nelayan asal Bluru Kidul, menambahkan, dengan mengetahui potensi cuaca yang akan terjadi, pihaknya bisa melakukan antisipasi. Misalnya, apabila diprediksi terjadi angin kencang pada saat nelayan telanjur berada di laut, mereka akan mencari tempat berlindung di teluk atau hutan mangrove.
Berdasarkan data BMKG, program SLN sudah diselenggarakan sejak 2016 dengan peserta 30-40 orang per lokasi atau sekitar 900 orang per tahun. Dalam kurun waktu 2016-2018 lalu, sekolah lapang telah menyasar sekitar 4.000 nelayan yang tidak hanya tersebar di Pulau Jawa, tetapi juga di pulau-pulau di luar Jawa.
Sementara itu, untuk wilayah Kabupaten Sidoarjo, terdapat 1.445 nelayan. Mereka tersebar di kawasan pesisir Selat Madura, mulai Kecamatan Sedati, Waru, Candi, Sidoarjo, hingga Kecamatan Jabon. Mayoritas hasil tangkapan nelayan Sidoarjo adalah kerang, di samping ikan kakap putih dan udang.