Jenazah Diseberangkan lewat Kali Lamong Bukan yang Pertama
GRESIK, KOMPAS — Video viral ulah tak terpuji siswa SMP terhadap gurunya, di Gresik, Jawa Timur, masih hangat, kini ada lagi video yang beredar di media sosial ataupun melalui jaringan obrolan via telepon seluler. Kali ini video proses pemakaman jenazah yang harus diseberangkan melalui Kali Lamong.
Sedikitnya ada dua video yang beredar pada Selasa (12/2/2019). Dalam video pertama berdurasi 30 detik terlihat sejumlah orang menarik keranda di sungai.
Ibaratnya, kalau melalui jalan datar sudah bisa mengangkut lima zak, ini baru dapat dua zak. Waktunya lebih lama.
Beberapa orang lainnya berenang menyeberangi sungai selebar lebih kurang 15 meter. Video ini kurang jelas, hanya terlihat dari jauh.
Video kedua, berdurasi 1 menit 42 detik, menggambarkan proses penurunan keranda jenazah ke sungai. Warga lalu menaruh keranda di atas papan kayu yang diikatkan pada ban bekas.
Selanjutnya, keranda didorong dan ditarik warga yang bisa berenang. Setelah itu, keranda diangkat warga yang sudah menunggu di seberang sungai, ke makam, yang berjarak sekitar 150 meter dari bantaran.
Proses penyeberangan keranda mayat berisi jenazah Sayu (80), yang ditaruh di atas ban bekas, dilakukan beberapa orang yang jago berenang. Selain itu, ada tali tambang yang dibentangkan dengan pasak bambu di seberang utara dan selatan sungai.
Kami harus menuruni tebing, lalu menyeberangi sungai dan memikul jenazah hingga ke makam.
Warga menyeberangkan jenazah melewati Kali Lamong karena tak ada jembatan penghubung. Jembatan terdekat berada di Bulurejo, sekitar 1,5 kilometer dari Dusun Gorekan Lor, Desa Cermen, Kecamatan Kedamean.
Sebenarnya setiap dusun di Desa Cermen punya pemakaman sendiri. Dusun tersebut adalah Kekborejo, Gorekan Lor, Gorekan Kidul, Cermen, dan Medeo. Namun, saat Kali Lamong meluap, biasanya jenazah warga Gorekan Lor dimakamkan di Gorekan Kidul.
Berhubung makam di Gorekan Kidul terendam, terpaksa jenazahnya diseberangkan melalui sungai.
”Ini peristiwa yang kedua yang saya ketahui selama menjabat kepala desa. Sebelumnya, jenazah Junaidi pada 2014 juga diseberangkan melalui sungai,” kata Suhadi, Kepala Desa Cermen.
Menurut Suhadi, dalam musyawarah desa, pengadaan jembatan menjadi rencana prioritas di Dusun Gorekan Lor pada 2020. Jembatan tersebut tidak hanya untuk akses warga ke pemakaman, tetapi juga ke sawah.
Jembatan ini nantinya tidak hanya untuk akses ke makam, tetapi juga untuk menunjang ekonomi.
Dalam usulan yang sudah masuk e-planning disebutkan bahwa dana sebesar Rp 400 juta dianggarkan untuk membangun jembatan sepanjang 70 meter dengan lebar 2,5 meter.
”Kami berharap bisa dibangun oleh pemerintah kabupaten. Jika harus swakelola, desa kesulitan, apalagi menyangkut teknis dan kelas jembatan. Ini tidak hanya untuk akses ke makam, tetapi juga untuk menunjang ekonomi,” papar Suhadi.
Ia menyatakan, di daerahnya dari dulu memang belum ada jembatan. Dulu hanya ada uwot (titian dari anyaman bambu). Itu pun rawan hanyut jika Kali Lamong meluap.
Agus Setiawan (34), seorang warga, menuturkan, sebenarnya warga tidak hanya kesulitan dalam proses pemakaman, tetapi juga saat mengelola pertanian. Saat kemarau, saat ada warga meninggal, warga memikul jenazah melewati sungai. Bedanya tak perlu ban atau dihanyutkan.
”Itu pun rekoso (susah payah). Kami harus menuruni tebing, lalu menyeberangi sungai dan memikul jenazah hingga makam. Kadang sungainya ada air sedikit atau kering,” tuturnya.
Saat panen pun petani butuh tenaga ekstra. Kalau pas air Kali Lamong meluap, panenan ditarik terpal dan dilarungkan menyeberangi sungai. ”Kami harus berenang,” ujar Agus.
Supriyanto (42) menambahkan, meskipun tidak banjir atau Kali Lamong meluap, petani masih butuh tenaga lebih. Petani harus naik turun tebing dan menyeberangi sungai. ”Ibaratnya, kalau melalui jalan datar sudah bisa angkut lima zak, ini baru dapat dua zak. Waktunya lebih lama,” ujarnya.
Ia dan Agus masing-masing mengelola 3.000 meter persegi sawah. Setiap panen menghasilkan 20-25 zak atau berkisar 1-1,5 ton gabah kering giling.
”Kami berharap akses jembatan sederhana segera terealisasi. Itu tidak hanya memudahkan kami saat pemakaman, tetapi juga memudahkan kami bertani,” katanya.
Jika tidak menyeberangi sungai, petani harus memutar melewati Kemendung, Morowudi, atau lewat Bulurejo. Jaraknya lebih jauh 1,5 sampai 3 kilometer. Padahal, perkampungan dengan sawah dan makam tidak sampai 500 meter.
Itu tidak hanya memudahkan kami saat pemakaman, tetapi juga memudahkan kami bertani.
Camat Kedamean Narto menyebutkan, pembangunan jembatan di Glorekan Lor sudah masuk musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) dan e-planning Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Gresik. Itu masuk prioritas 2020, dan diusulkan dipercepat.
Tujuannya akses ke makam dan sawah lancar.
”Skenarionya ada dua. Pertama, perlu kajian lebih cepat agar pembangunan jembatan direalisasikan karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Kedua, jika memang ada, tanah kas desa bisa dimanfaatkan untuk makam agar tidak berada di seberang sungai,” ujar Narto.