Kemunculan awan panas pertama sejak status Waspada ditetapkan 21 Mei 2018. Warga lereng gunung belum perlu mengungsi karena masih dalam jarak aman.
YOGYAKARTA, KOMPAS —Gunung Merapi di perbatasan DI Yogyakarta dan Jawa Tengah mengeluarkan awan panas guguran, Selasa (29/1/2019) malam. Zona bahaya sama dengan sebelumnya, yakni 3 kilometer dari puncak, karena jarak luncur awan panas masih pendek.
”Sehubungan awan panas guguran dengan jarak luncur masih relatif pendek, aktivitas Gunung Merapi ditetapkan Waspada (Level II),” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida kepada pers di Yogyakarta, Rabu (30/1).
Berdasarkan data BPPTKG, Merapi tiga kali mengeluarkan awan panas guguran pada Selasa malam. Pertama terjadi pukul 20.17 dengan jarak luncur 1.400 meter dan durasi 141 detik. Ini awan panas pertama setelah status Merapi dinaikkan menjadi Waspada pada 21 Mei 2018.
Awan panas guguran kedua terjadi Selasa pukul 20.53 dengan jarak luncur 1.350 meter dan durasi 135 detik. Awan panas ketiga terjadi pukul 21.41 dengan jarak luncur 1.100 meter dan durasi 111 detik. Semuanya mengarah ke sisi tenggara kawah Merapi atau menuju wilayah hulu Kali Gendol di Kabupaten Sleman.
Sebelumnya, BPPTKG sempat menyebut tiga peristiwa itu sebagai guguran lava pijar. Namun, setelah analisis visual kejadian dan deposit, diketahui sebagai awan panas guguran.
”Dari analisis visual kejadian dan deposit, guguran 29 Januari 2019 pukul 20.17, 20.53, dan 21.41 disimpulkan awan panas guguran,” kata Hanik.
Hujan abu
Sesudah guguran awan panas, dilaporkan terjadi hujan abu tipis di sejumlah wilayah Kabupaten Boyolali, yakni Kecamatan Musuk, Mriyan, Mojosongo, Teras, Cepogo, Simo, dan area perkotaan Boyolali. Hujan abu tipis juga dilaporkan terjadi di Kecamatan Kemalang, Klaten, Jawa Tengah.
Awan panas guguran terjadi, kata Hanik, karena keluarnya magma dari dalam tubuh gunung yang diikuti guguran lava pijar dan aliran gas vulkanik. Awan panas pada Selasa malam bergerak 10 meter per detik. Suhu awan panas belum diketahui pasti. Akan tetapi, secara umum, suhu awan panas di Merapi 800 derajat celsius.
”Terjadinya awan panas ini karena faktor internal, tidak ada hubungannya dengan cuaca,” ujar Hanik. Sejauh ini, awan panas guguran di Merapi belum membahayakan penduduk. Hal itu karena jarak luncur awan panas jauh dari permukiman penduduk di lereng Merapi.
Selain itu, suplai magma dari tubuh Merapi saat ini juga masih relatif kecil. ”Kami tidak menaikkan status karena ancaman terhadap penduduk belum ada,” katanya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah DIY Biwara Yuswantana mengatakan, terkait munculnya awan panas, pihaknya berupaya meningkatkan kewaspadaan masyarakat di sekitar Merapi.
Di wilayah DIY tidak ada permukiman atau lahan pertanian yang masuk dalam zona bahaya Merapi saat ini, yakni 3 km dari puncak.
Hingga kini belum perlu ada warga yang mengungsi. ”Di DIY, permukiman paling dekat Merapi berjarak 5 kilometer dari puncak,” kata Biwara.
Sementara itu, General Manager AirNav Indonesia Cabang Yogyakarta Nono Sunariyadi mengatakan, aktivitas Merapi belum mengganggu penerbangan di Bandara Internasional Adisutjipto. ”Penerbangan semua normal,” katanya. (HRS)