KOTA AGUNG, KOMPAS- Selama satu bulan terakhir, Tim Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung atau KPHL Batutegi di Tanggamus, Lampung, bersama pemerhati satwa dari Yayasan International Animal Resque/IAR Indonesia menemukan 11 jerat satwa di kawasan Register 39, tepatnya di blok inti kawasan KPHL. Temuan itu terjadi saat tim melakukan patroli di kawasan itu.
“Kami menemukan 8 jerat pada patroli terakhir dua hari lalu. Itu yang terbanyak selama patroli rutin satu bulan ini,” kata Kepala KPHL Batutegi Yayan Ruchyansyah saat dihubungi dari Bandar Lampung, Rabu (23/1/2019). Menurut dia, sebagian besar jerat yang ditemukan merupakan jerat dari kawat baja atau sling. Sebagian jerat diletakkan di tanah dengan ditutupi dedauan atau digantung.
Yayan menduga, jerat tersebut sengaja dipasang oleh masyarakat sekitar atau oknum dari luar kawasan hutan yang sengaja berburu satwa liar. Pasalnya, jerat terpasang di areal hutan sekunder yang akses masuknya cukup sulit. Selain hanya berupa jalan setapak, akses menuju hutan juga hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki melewati hutan yang rimbun.
Pelaku yang memasang jerat diduga mengincar satwa liar yang hidup di dalam hutan, antara lain kukang, burung, landak, hingga harimau.
Yayan mengungkapkan, patroli rutin menyingkirkan jerat itu dilakukan setelah tim dari KPHL Batutegi, WWF-Indonesia, AIR Indonesia, dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung menemukan adanya spesies harimau di dalam hutan. Pemantauan dilakukan menggunakan kamera trap yang dipasang di sejumlah titik di hutan.
“Kami sudah temukan beberapa harimau, minimal ada dua spesies. Dari hasil pemantauan kamera terakhir, ditemukan harimau dalam kondisi pincang dan telapaknya sudah putus akibat jerat. Karena itu kami patroli untuk menyingkirkan jerat,” kata Yayan.
Project Leader WWF-Indonesia Regional Sumatera Bagian Selatan Yob Charles, mengatakan, satwa liar di dalam hutan semakin terdesak karena alih fungsi hutan. Kawasan yang dulunya habitat satwa kini beralih menjadi kawasan perkebunan dan pertanian.