Banjir Melanda Sejumlah Daerah
JAKARTA, KOMPAS - Sepekan terakhir banjir melanda sejumlah daerah di Nusantara. Curah hujan tinggi dan kerusakan lingkungan menjadi pemicu banjir.
Dalam sepekan terakhir, banjir melanda Bandung, Banten, Palembang, dan Papua. Banjir meredam ratusan rumah, menelan korban jiwa, hingga berpotensi mengganggu kesehatan warga.
Banjir yang melanda Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, membawa sampah dan lumpur yang berbau tidak sedap. Sejak Selasa (15/1/2019) siang, beberapa warga di Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah membersihkan rumah yang sempat terendam banjir.
”Sekarang masih ada lumpur di jalan dan rumah. Saat banjir, kami juga menemukan belatung dan sampah yang sangat berbau,” kata Roni (18), warga RW 007 Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah.
Banjir yang datang sejak Minggu (13/1) hingga Senin, membuat ratusan keluarga di Baleendah, terutama di pinggir Sungai Citarum, mengungsi.
Di Papua, banjir bandang dan longsor melanda enam kampung di Distrik Goyage di Kabupaten Tolikara, Senin (14/1). Banjir setinggi 2 meter menyebabkan tiga warga hilang dan belum ditemukan hingga Selasa ini. Sebanyak 5 warga luka ringan dan 141 warga mengungsi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan curah hujan tinggi di tujuh kabupaten kawasan pegunungan tengah Papua. Curah hujan tinggi berpotensi memicu banjir dan longsor.
Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura Petrus Demon Sili mengatakan, daerah rawan banjir adalah Tolikara, Jayawijaya, Lanny Jaya, Yalimo, Mamberamo Tengah, Puncak Jaya, dan Nduga.
”Berdasarkan hasil analisis kami, curah hujan hingga akhir Januari berkisar 300-500 milimeter. Kondisi curah hujan dengan intensitas ringan berada di bawah 200 milimeter per bulan,” papar Petrus.
Di Pandeglang, Banten, bangkai-bangkai kapal yang terempas tsunami memicu banjir di Kecamatan Labuan. Bangkai- bangkai kapal itu menyebabkan aliran Sungai Cipunten Agung terhambat.
”Baru dua hari setelah tsunami menerjang Kabupaten Pandeglang, rumah saya kebanjiran,” kata Sri Mulyani (27), warga Desa Teluk, Kecamatan Labuan. Sri mengatakan, tiga hari setelah itu, banjir kembali terjadi.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pandeglang Asep Rahmat mengatakan, banjir tiga kali terjadi pascatsunami. Banjir paling dalam setinggi 3 meter. Berdasarkan informasi BMKG Serang, kata Asep, curah hujan yang tinggi dan naiknya permukaan air laut memicu banjir.
Di Palembang, beberapa kawasan banjir saat hujan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Daerah Sumatera Selatan mencatat, Palembang menjadi kota dengan kasus bencana ekologis terbanyak di Sumatera Selatan. Jumlah kasus bencana mencapai 36 dan sebagian besar adalah banjir.
Pemerintah Kota Palembang telah memetakan 20 titik banjir. Diketahui penyebabnya adalah kurang baiknya sistem drainase. ”Banyak pembangunan yang menutup saluran air,” ujar Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Palembang Bastari Yusak.
Perbaikan lingkungan
Menurut Bastari, pembenahan drainase, normalisasi anak Sungai Musi, dan pembangunan pompa akan diselesaikan tahun ini. ”Anggaran yang tersedia untuk penanggulangan banjir sekitar Rp 50 miliar, tentu jumlah ini tidak cukup. Pembenahan akan dilakukan bertahap,” ucap Bastari.
Pemerintah juga membenahi Sungai Citarum. Upaya revitalisasi Sungai Citarum di Jawa Barat melalui Program Citarum Harum telah berlangsung selama satu tahun ini. Dalam pelaksanaannya, satuan tugas di lapangan masih menghadapi sejumlah kendala, salah satunya ketiadaan alat berat.
Kondisi tersebut menghambat upaya pengerukan sedimentasi yang tinggi di sungai terpanjang di Jabar itu akibat erosi dan sampah.
Panglima Komando Daerah Militer III/Siliwangi Mayor Jenderal TNI Tri Soewandono selaku Wakil Komandan Satgas Penataan Ekosistem I Citarum Harum mengatakan, alat berat yang tersedia sangat terbatas.(SEM/FLO/RTG/RAM/BAY)