MEDAN, KOMPAS - Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menghadirkan ahli primata dan spesies orangutan dari Belanda yakni Serge A Wich dalam sidang gugatan izin lingkungan PLTA Batang Toru, di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, Sumatera Utara, Senin (14/1/2019). Ini merupakan sidang ke-14 kasus gugatan Walhi atas izin lingkungan yang dikeluarkan Gubernur Sumatera Utara pada 31 Januari 2017.
Dalam sidang, Serge mengatakan, harus dilakukan kajian oleh ahli zoologi atau botani terkait pembangunan besar di tengah habitat orangutan tapanuli tentang dampak pembangunan pada keberlangsungan hidup orangutan tapanuli. “Apalagi, spesies orangutan tapanuli sudah terancam punah,” kata Wich.
Wich menyampaikan, orangutan merupakan mamalia berukuran besar yang keberadaannya sangat penting dalam ekosistem tersebut. Primata itu membantu penyebaran biji tanaman berukuran besar. Penurunan populasi orangutan dapat berdampak pada punahnya spesies tanaman yang selama ini penyebarannya dilakukan orangutan.
“Saya tidak bisa menyatakan jumlah pasti orangutan tapanuli dan jumlah penurunannya, tetapi saya bisa menyatakan penurunan populasi orangutan tapanuli salah satunya dipengaruhi pembangunan tambang emas, PLTA, juga pembukaan akses jalan di habitattnya yang dapat mempermudah orang untuk berburu,” kata Wich dalam siaran pers Walhi yang diterima Kompas, kemarin.
Wich mengatakan, relokasi orangutan dari habitatnya tidak memungkinkan karena sulit berhasil dan belum diketahui dampaknya.
Menurut Wich, orangutan itu tidak seperti manusia yang memiliki akal dan mengetahui rumah mereka berada di status lahan konservasi areal penggunaan lain atau hutan lindung. Di mana satwa tersebut merasa nyaman maka di situlah mereka membuat sarang.
Sidang dipimping Ketua Majelis Hakim Jimmy Claus Pardede, dengan anggota Effriandy dan Selvie Ruthyaroodh.
Sidang selanjutkan akan berlangsung pekan depan, Senin, 21 Januari 2019 dengan agenda masih menghadirkan keterangan saksi ahli dan pengajuan bukti-bukti.
Saat ini, proses pembangunan PLTA Batang Toru yang direncanakan berdaya 510 megawatt dalam tahap pembukaan jalan dan konstruksi awal. Proses pembebasan lahan proyek sudah selesai dilaksanakan.
Sebelumnya Walhi telah menghadirkan saksi ahli diantaranya ahli tata negara Denny Indrayana, pemerhati lingkungan Jaya Arjuna, dan pakar geofisika ITB Teuku Abdullah Sanny.
Walhi menggugat izin lingkungan karena keberadaan PLTA Batang Toru dinilai mengancam keseimbangan ekosistem Batang Toru yang merupakan habitat orangutan Tapanuli dan sejumlah spesies kunci lainnya. Izin lingkungan itu diberikan kepada PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) sebagai pengembang PLTA Batangtoru.