JAYAPURA, KOMPAS - Kepolisian Daerah Papua membentuk pasukan khusus setingkat kompi untuk menghadapi teror kelompok kriminal bersenjata di sejumlah wilayah di Papua, tahun depan. Jumlah personel pasukan ini sekitar 100 orang.
Hal itu dikatakan Kapolda Papua Inspektur Jenderal Martuani Sormin dalam laporan akhir tahun di Jayapura, Jumat (28/12/2018).
Martuani mengatakan, satu kompi pasukan dari satuan Brigade Mobil ditempatkan di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya. Pasukan tersebut akan memberikan dukungan kekuatan bagi setiap polres di wilayah rawan teror kelompok kriminal bersenjata (KKB) di kawasan Pegunungan Tengah Papua.
KKB beroperasi di sejumlah kabupaten, yakni Nduga, Lanny Jaya, Intan Jaya, Puncak, dan Puncak Jaya. Pemimpin mereka, antara lain, Purom Wenda, Militer Murib, Goliath Tabuni, dan Egianus Kogoya.
”100 personel dipilih setelah melewati seleksi kemampuan intelijen, fisik, dan mental. Mereka akan berlatih di sebuah lokasi di Lanny Jaya yang memiliki kondisi geografis sama dengan tempat persembunyian KKB,” kata Martuani.
Martuani memaparkan, jumlah kasus teror KKB mencapai 26 kasus pada tahun 2018. Jumlah aksi teror KKB tahun ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2017 yang berjumlah 25 kasus.
Teror KKB sepanjang tahun ini menyebabkan korban tewas 22 warga sipil, serta 7 orang aparat keamanan dari TNI dan Polri. Adapun korban luka dari warga sipil 7 orang dan aparat keamanan 7 orang.
Insiden terakhir adalah penyerangan 28 pekerja PT Istaka Karya di Puncak Bukit Kabo, Distrik Yigi, 2 Desember 2018. Total 17 orang meninggal, 7 orang selamat, dan 4 orang belum ditemukan oleh tim gabungan TNI dan Polri hingga saat ini.
”Kondisi geografis yang sulit menjadi kendala bagi kami dalam menghadapi mereka. Hadirnya satu kompi pasukan yang terlatih diharapkan bisa memberikan rasa aman bagi masyarakat,” ujarnya.
Martuani berjanji aparat kepolisian akan menindak tegas semua pihak yang menyebarkan informasi bohong untuk menjatuhkan aparat keamanan dan mendukung KKB.
Pelanggaran HAM
Pelaksana Tugas Kepala Sekretariat Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey menyatakan, perbuatan kelompok-kelompok tersebut bukan untuk memperjuangkan gerakan Papua merdeka. Penyerangan warga sipil merupakan tindakan kriminal murni.
”Insiden yang menimpa para pekerja Istaka Karya merupakan kasus pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius. Sebab, kelompok itu menghilangkan nyawa orang lain secara paksa dan merampas hak warga untuk mendapatkan infrastruktur yang memadai,” ucap Frits. (FLO)