JAYAPURA, KOMPAS - Realisasi imunisasi campak, rubella dan polio di Kabupaten Nduga paling rendah di antara 28 kabupaten/kota di Papua hingga pertengahan Desember 2018. Sejauh ini 2.547 anak atau 7,7 persen dari 33.080 anak di wilayah itu yang mendapatkan imunisasi.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nduga Ina Gwijangge saat dihubungi dari Jayapura, Kamis (27/12/2018), menjelaskan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan 30.533 anak belum mendapatkan imunisasi campak, rubella, dan polio di Nduga, antara lain, masalah keamanan yang tidak kondusif, kondisi geografis yang sulit, dan minimnya layanan transportasi udara khususnya helikopter.
Kabupaten Nduga termasuk daerah di kawasan pegunungan tengah Papua yang rawan aksi teror kelompok kriminal bersenjata di bawah pimpinan Egianus Kogoya.
Selama dua tahun terakhir, Egianus bersama bawahannya telah membunuh 21 warga sipil dan 1 anggota TNI. Kelompok ini juga dua kali menyerang pesawat yang mendarat Bandara Kenyam, Nduga, pada akhir Juni 2018. Terakhir, insiden penyerangan 28 pekerja PT Istaka Karya di Puncak Bukit Kabo, Distrik Yigi, pada 2 Desember 2018.
Total 17 orang tewas, 7 orang selamat, dan 4 orang hilang. ”Kondisi keamanan di Nduga tidak kondusif sejak Juni lalu. Pelayanan imunisasi hanya di empat puskesmas dari delapan puskesmas di Nduga, ” ujarnya.
Ia mengatakan, pemda setempat juga telah meminta bantuan ke pemerintah pusat untuk pengadaan layanan helikopter agar bisa menjangkau distrik atau kecamatan pedalaman. Namun, Kementerian Kesehatan baru akan menyiapkan helikopter untuk pelayanan kesehatan di Nduga pada tahun 2020.
”Terdapat 12 distrik yang belum memiliki lapangan terbang untuk pesawat perintis. Karena itu, hanya helikopter yang dapat mendarat di belasan distrik tersebut, ” tambahnya.
Kepala Bidang Pencegahan Masalah Kesehatan Dinkes Provinsi Papua Aaron Rumainum berpendapat, anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi sejak dini mudah terserang penyakit, seperti polio, campak, rubella, dan pertusis atau batuk rejan.
Contoh kasus kejadian luar biasa pertusis di dua distrik di Nduga, yakni Mbua dan Yigi, pada Oktober 2015 hingga awal tahun 2016. Total sebanyak 54 anak balita meninggal akibat pertusis.
”Pada dasarnya tenaga medis hanya membutuhkan kondisi keamanan yang stabil dan fasilitas memadai. Tujuannya agar pelayanan kesehatan dapat menjangkau seluruh warga di daerah pedalaman,” tutur Aaron.
Gubernur Papua Lukas Enembe mengecam keras kelompok bersenjata yang sering menebar gangguan keamanan di wilayah Nduga. Ia pun berharap aksi itu segera berakhir. ”Kami mengecam kelompok yang terlibat aksi penyerangan.
Pihak TNI dan Polri yang berwenang terkait masalah di Nduga perlu mengamankan karena sesuai tugas dan fungsinya,” kata Lukas.
Kapolda Papua Irjen Martuani Sormin mengatakan, Polri dan TNI tak akan menoleransi kelompok kriminal bersenjata yang sering mengganggu keamanan di Nduga. ”Kami akan memastikan keamanan di Nduga selalu kondusif,” kata Martuani. (FLO)