MALANG, KOMPAS — Pendidikan vokasi yang memberikan keterampilan menjadi modal untuk membawa Jawa Timur berdaya saing. Melalui pendidikan vokasi, berbagai tantangan yang muncul di tengah cepatnya perkembangan teknologi dan revolusi industri 4.0 bisa dijawab.
Hal itu dikatakan Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo saat menyampaikan pidato ilmiah dalam rangka penganugerahan gelar doktor kehormatan atau doctor honoris causa bidang pendidikan vokasi kerakyatan dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) kepada dirinya, di Malang, Jatim, Kamis (27/12/2018).
Hadir pada kesempatan itu, antara lain, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Ketua Badan Pembina Harian UMM Malik Fadjar, serta Dewan Senat UMM. Gelar doktor kehormatan diberikan kepada Soekarwo karena sejumlah alasan, salah satunya prestasi kerja yang bersangkutan selama 1o tahun memimpin Jatim.
”Saya menawarkan pendidikan vokasi sebagai solusi. Kita memahami bahwa penduduk merupakan aset dan modal pembangunan,” katanya.
Untuk mewujudkan daya saing, menurut Soekarwo, pihaknya mengambil langkah diskresi kebijakan pengelolaan pendidikan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2014 yang mengatur revitalisasi pendidikan SMK. Perda ini lahir sebelum ada Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 yang mengatur soal revitalisasi SMK. Selain landasan yuridis, Soekarwo juga memperkuat dari sisi kelembagaan.
Untuk mempercepat revitalisasi, ia membuat kebijakan moratorium pendidikan SMA dan bidang kompetensi yang tidak sesuai dengan permintaan pasar. Pihaknya juga memperkuat keterkaitan dan kesepadanan (link and match) di SMK. Pelatihan tenaga pendidik tidak ditinggalkan.
Sejak awal 2018, dilakukan afiliasi SMK dan perguruan tinggi, khususnya kampus yang memiliki bidang teknologi dan rekayasa. ”Langkah revitalisasi selanjutnya adalah partnership internasional, melakukan kerja sama dengan negara-negara maju,” ujar Soekarwo sembari menjabarkan bahwa masih ada sejumlah strategi revitalisasi yang lain.
Kendala dan tantangan
Menurut Soekarwo, Jatim punya posisi strategis, tetapi juga memiliki tantangan dalam meningkatkan daya saing. Kendala internal yang muncul lebih bersifat pada pengelolaan SMK, seperti fasilitas ruang praktikum yang terbatas sehingga memunculkan kesenjangan.
Untuk mengatasi kendala yang ada, Pemerintah Provinsi Jatim melakukan sejumlah terobosan, antara lain menetapkan 424 SMK menjadi sekolah pengampu dan 1.654 sekolah binaan. Satu sekolah pengampu membawahkan empat sekolah binaan.
Langkah tersebut membawa hasil. Survei Forum Bursa Kerja Khusus SMK se-Jatim tahun 2018 menunjukkan, lulusan SMK yang diterima kerja di industri mencapai 64,11 persen. Badan Pusat Statistik juga mencatat penurunan pengangguran lulusan SMK dari 10,53 persen (2014) menjadi 8,83 persen (2018).
Muhadjir Effendy mengatakan, masih ada masalah yang cukup pelik di SMK. Jumlah SMK di Indonesia mencapai 13.000, tetapi yang berstatus negeri hanya 4.000, sisanya swasta. ”Dari swasta itu, hanya 60 persen (terakreditasi), 40 tidak terakreditasi. Seperti yang dikatakan Pakde Karwo (Soekarwo) tadi. Itu tadi cerminan nasional,” ucapnya.
Menurut Muhadjir, pihaknya akan menata SMK dengan lebih serius. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan bekerja sama dengan pemerintah provinsi karena domain SMK ada di provinsi.
”Yang kita ubah adalah jika selama ini SMK kita bangun dengan pendekatan produksi lulusan, maka kita akan balik. Saat ini kami mengundang para pengguna tenaga kerja dan kita tanya maunya seperti apa,” ucapnya.
Sementara itu, Rektor UMM Fauzan menyebutkan, penganugerahan gelar doktor kehormatan kepada sejumlah tokoh yang berkontribusi terhadap peningkatan kualitas dan pemartabatan hidup masyarakat telah lama menjadi tradisi UMM.
”Pakde Karwo adalah gubernur yang memiliki komitmen tinggi untuk menyiapkan tenaga terampil, yang berorientasi pada pengurangan kesenjangan realitas pendidikan dengan jenis pendidikan yang tersedia,” ujar Fauzan.
Penganugerahan kepada Soekarwo, menurut Fauzan, salah satu bentuk kepedulian UMM terhadap pendidikan vokasi di Indonesia. Pendidikan vokasi menjawab problematika bangsa dalam mempersiapkan generasi muda yang unggul dan berdaya saing.