Memanusiakan Media Sosial
Tuhan
yang menyalakan sinyal
di tengah bual-bual
yang viral,
kucari Natal-ku
yang sunyi
di sela sampah digital.
(Joko Pinurbo, Natal 2018)
Begitu puisi Joko Pinurbo bertahuk Malam Virtual. Dia resah dengan perkembangan media sosial yang banyak berisi sampah digital.
Sampah digital dari caki maki, hoaks, dan ujaran kebencian tersebar melalui jari-jari nakal sehingga membuat gerah dan amarah bagi yang membaca. Bagi Joko Pinurbo atau akrab disapa Jokpin, sampah digital yang menciptakan intoleransi perlu diperangi melalui kreativitas terutama untuk anak-anak muda.
“Memang bertebaran sampah digital. Namun, saya juga melihat banyak karya anak-anak muda di media sosial. Usaha mereka perlu mendapat apresiasi lebih sehingga semakin mendorong mereka terus berkreativitas. Di tengah kegerahan komunikasi media sosial, anak-anak muda mempunyai peran penting membangkitkan optimisme dalam berkarya,” kata Jokpin.
Jokpin menilai, fenomena media sosial bisa membuat orang intoleran, orang tidak lagi rendah hati, dan menganggap dirinya sebagai sumber kebenaran dan kebaikan.
Di momen Natal 2018 dan Tahun Baru 2019, semua orang harus semakin saling menghargai. Jokpin menilai, perayaan Natal harus menjadi peristiwa budaya sehingga menjadi momen kultural sehingga esensi natal yang damai, sederhana, dan penuh suka cita dapat dirasakan semua orang.
Jokpin dan keluarga tidak pernah merayakan Natal secara berlebihan. “Hanya makan bersama. Dalam kesederhanaan ingin meresapi esensi Natal yang sunyi,” lanjutnya. Ia ingin terlahir kembali dengan menghasilkan karya yang inspiratif.
Jokpin menceritakan, di lingkugan tempatnya tinggal, beberapa keluarga Nasrani berbagi kasih dengan membuat bingkisan natal dan membagikan ke warga. Hal tersebut disambut dengan gembira. “Begitu juga sebaliknya, saat Idul Fitri, keluarga Nasrani mendapat lontong opor. Ini merupakan hubungan cinta kasih,” kata penulis Haduh, aku di-follow dan Celana ini.
Menurut Jokpin, silahturahim antar warga seperti pengalaman di lingkungannya dapat mempererat dan menguatkan sikap toleransi. Pesan-pesan kebaikan dan kedamaian tersebut perlu disampaikan tidak hanya di dunia sosial saja namun, dunia media sosial.
“Perayaan Natal di tengah dunia digital, perlu ada momen sunyi. Media sosial perlu dimanusiakan, tetap ada sentuhan empati antar pribadi. Bukan anonim antar anonim,” lanjut Jokpin. (E20)