Gebrakan Usahawan Ditunggu
Di zaman serba digital, semua hal bisa menjadi peluang, termasuk bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang ditantang mampu memanfaatkan teknologi digital untuk sarana pemasaran.
Selama 2018, usaha mikro, kecil, dan menengah terbukti menjadi salah satu sektor yang paling tangguh menghadapi dinamika perekonomian global. Mereka tak tergerus merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Hal ini tak lain karena kemandirian UMKM dalam menyediakan bahan baku dari dalam negeri.
Selain tangguh, UMKM juga menjadi salah sektor yang mampu menjadi motor penggerak perekonomian untuk penanggulangan kemiskinan dan pengangguran. Di Jawa Timur, misalnya, pemerintah provinsi mencatat, sektor padat karya ini mampu menyerap 94,7 persen tenaga kerja. Dari sekitar 12,1 juta UMKM, ada 14 juta tenaga kerja yang terserap.
UMKM juga menjadi bagian penting dalam menggerakkan ekonomi masyarakat. Dari Rp 2.019 triliun produk domestik regional bruto di Jatim, Rp 1.161 triliun atau 57,5 persen merupakan kontribusi UMKM.
Namun, dengan jumlah dan kontribusi sebesar itu, sudahkah cukup berbangga diri? Tentu tidak! Dunia terus bergerak amat dinamis, termasuk di sektor perdagangan. Memasuki revolusi industri 4.0. semua pelaku usaha dituntut lebih kreatif agar tidak tergerus kecanggihan mesin dan kecerdasan buatan.
Bagi pelaku UMKM, kondisi ini menjadi satu tantangan sekaligus peluang bagi mereka yang ingin berkembang. Digitalisasi yang marak merupakan peluang baru untuk meningkatkan bisnis mereka. Dengan kemudahan teknologi, pelaku UMKM bisa lebih agresif mengembangkan produk dan memasarkannya ke konsumen.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam berbagai kesempatan dialog bersama pelaku UMKM selalu mendorong agar terus meningkatkan kreativitas. Sebagai pelaku industri rumahan, UMKM harus bisa menerapkan pola seperti di industri modern. Pelaku usaha juga jangan cepat putus asa, tetapi terus mengasah kreativitas agar cepat mendapat peluang pasar.
Inovasi dan kreativitas menjadi kunci perkembangan dunia UMKM. Bagi mereka yang malas berubah menyesuaikan zaman, niscaya akan tergerus dan digantikan lainnya. Pemerintah daerah juga berperan penting mendorong peningkatan kapasitas pelaku UMKM.
Di Surabaya, pelatihan diberikan oleh pemerintah kota untuk meningkatkan kemampuan para pelaku UMKM. Melalui Program Pahlawan Ekonomi, kebijakan ini terbukti mampu meningkatkan kapasitas pelaku UMKM di ”Kota Pahlawan”. Pelaku UMKM benar-benar dibidani dan baru dilepas jika sudah mandiri dalam segala hal, mulai proses produksi hingga pemasaran.
Setiap tahun jumlah pelaku yang mengikuti program ini selalu meningkat. Dimulai pada 2010, program yang masuk dalam Top 99 Inovasi Pelayanan Publik dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ini memiliki peserta lebih dari 9.000 orang pada akhir tahun ini.
Pelaku usaha diberikan pelatihan produksi, pengemasan, dan penjualan produk. Sesuai dengan slogan ”Go Global, Go Digital, dan Go Financial”, mereka didorong untuk terus mengembangkan usahanya.
Hasilnya, 99 produk usaha unggulan sudah dijual ke pasar internasional dan 105 produk berstandar nasional dan Asia Tenggara. Omzet yang didapat mencapai Rp 40 juta per bulan. Mereka telah merambah ke segala sendi perdagangan, baik di dalam maupun luar negeri, berkat jaringan e-dagang.
”Jangan cepat puas, tetapi teruslah berkreasi tidak hanya dalam produksi, tetapi juga pemasaran. Produknya enak, tetapi tampilannya jelek, langsung ditinggal konsumen,” kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang menjadi kurator setiap produk UMKM di Surabaya.
Upaya seperti ini bisa saja ditiru oleh daerah-daerah lain yang mengaku serius mengembangkan UMKM. Perlu ada upaya langsung yang berdampak pada kehidupan para pelaku UMKM, bukan hanya mengklaim keberhasilan peningkatan taraf hidup pelaku UMKM yang masih banyak berjuang sendirian tanpa bantuan pemerintah.
Pemkot Surabaya tak hanya memberikan pelatihan berbagai hal terkait produk, tetapi juga mencari peluang, terutama pemasaran melalui berbagai perusahaan penerbangan, dan terus menambah pusat oleh-oleh, yakni Surabaya Square. Pusat oleholeh yang semua barangnya buatan UMKM Kota Surabaya itu sudah ada di lima lokasi.
Gubernur Jatim Soekarwo, misalnya, mewanti-wanti pelaku UMKM untuk terjun ke dunia digital. Sebanyak 12,1 juta UMKM di Jatim terbagi dalam dua sektor, yakni industri dan jasa. Dari jumlah itu, sekitar 7,5 juta tersebar pada sektor pertanian dan 4,6 juta non-pertanian.
Masuk pasar digital
Pelaku UMKM diminta untuk masuk ke pasar digital karena ”kue” yang diperebutkan amat besar. Pemasaran secara daring akan meningkatkan omzet karena secara bersamaan mereka juga masih bisa mengembangkan pemasaran secara luring.
Pemprov Jatim menggandeng mitra Bukalapak untuk memasarkan produk-produk UMKM. Langkah ini ditempuh untuk mewujudkan mimpi pelaku UMKM yang ingin memenangi pertarungan dalam industri serta perdagangan dapat lebih efektif dan efisien.
Dengan memasarkan produk secara daring, diharapkan produk UMKM Jatim bisa menjadi pemenang dalam pertarungan pasar ASEAN.
Indikator bahwa Jatim mampu bersaing dengan ASEAN, kata Soekarwo, adalah perdagangan Jatim sudah memenangi Rp 1,5 miliar dollar AS dari pasar ASEAN. Jika dilihat dari segi industri, Jatim sudah surplus.
Begitu juga dengan perdagangan antarprovinsi, 21,60 persen industri nasional berada di Jatim. Sementara dari segi pasar, 20,78 persen pasar dalam negeri barang-barangnya berasal dari Jatim. ”Jika gabung di Bukalapak, sasaran pasar bisa mencapai 25 persen, termasuk pasar ASEAN,” ujarnya.
Akan tetapi, nyatanya masih banyak UMKM yang belum tersentuh teknologi daring. Dari potensi sebanyak 12,1 pelaku, baru sekitar 3 persen atau 400.000 orang yang masuk di pasar e-dagang. Tentu kondisi ini menjadi pekerjaan rumah bagi kepala daerah yang mengaku pro-UMKM.
Masuknya UMKM ke platform e-dagang menjadi penting karena saat ini sejumlah e-dagang asing yang berisi produk UKMK dari luar negeri dengan mudah didapatkan di Indonesia. Di Alibaba, Aliexpress, Shopee, dan Lazada, misalnya, warga Indonesia dengan mudah bisa membeli produk UMKM dari luar negeri.
Jika bukan dari produk dalam negeri, pasar besar di Indonesia tak mustahil akan dikuasai produk-produk asing. Padahal, sekarang konsumen ingin mencari yang murah dan mudah. E-dagang bisa memberikan alternatif itu.
Saatnya UMKM lokal menghegemoni konsumen-konsumen di Tanah Air. Penetrasi pasar mutlak diperlukan agar pasar di Indonesia yang terdiri atas 264 juta penduduk bisa dikuasai oleh produk pelaku UMKM domestik. Jangan sampai penduduk Indonesia yang kreatif hanya menjadi pasar karena tak mampu mengambil bagian.
Agar para pelaku UMKM tak ketinggalan, pemerintah daerah juga jangan cepat-cepat melepas tangan, tetapi terus didampingi sampai mereka benar-benar tangguh dalam mengarungi era serba cepat dan canggih ini. Kita menunggu gebrakan menarik di tahun 2019. (AGNES SWETTA PANDIA/ IQBAL BASYARI)