SURABAYA, KOMPAS — Lembaga Bantuan Hukum Surabaya sepanjang 2018 menerima 436 kasus atau pengaduan dari masyarakat. Jumlah itu naik dibandingkan tahun lalu sebanyak 422 pengaduan. Kasus-kasus yang perlu mendapat perhatian publik terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam perburuhan, perempuan, dan pertanahan.
Direktur LBH Surabaya Abdul Wachid Habibullah dalam jumpa pers catatan akhir tahun di Surabaya, Senin (17/12/2018), mengatakan, dari 436 pengaduan, ada 18 kasus yang ditolak karena sudah ditangani oleh pengacara lain atau bertentangan dengan visi dan misi LBH. Visi dan misi itu yakni peredaran narkotika, pencabulan, kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan, korupsi, dan tindak pidana luar biasa lainnya.
Wachid melanjutkan, sebanyak 2.435 orang pada tahun ini mendapat pelayanan dari LBH Surabaya. Dari jumlah itu, sebanyak 480 adalah anak-anak. Para pengadu kebanyakan berasal dari Surabaya (75 persen) diikuti Sidoarjo (8 persen).
Lebih spesifik, Wachid menyoroti 74 kasus dugaan pelanggaran HAM. Sebanyak 37 pengaduan menyangkut masalah perburuhan, 13 kasus terkait kekerasan sampai kejahatan terhadap perempuan dan anak, 9 kasus menyangkut masalah agraria, dan 5 kasus terkait dengan kriminalisasi.
Untuk perburuhan, menurut LBH Surabaya, kasus yang dominan adalah tidak diberikannya tunjangan hari raya (56 persen). Selanjutnya, upah layak atau bahkan di bawah upah minimum regional (33 persen), diikuti pemutusan hubungan kerja sepihak (11 persen).
Untuk kasus THR, tahun ini LBH Surabaya menerima pengaduan dari 2.479 buruh se-Jatim. ”Belum ada penegakan hukum yang serius terhadap pelanggaran kasus-kasus perburuhan itu,” kata Wachid.
Dalam kasus kejahatan terhadap perempuan, LBH mendampingi 28 korban kekerasan nonfisik, kekerasan dalam rumah tangga, dan pencabulan atau kejahatan seksual. Lelaki, dalam hal ini suami, menjadi pelaku dominan kekerasan atau kejahatan terhadap perempuan dan anak. Selanjutnya, lelaki berstatus kekasih korban. Ada juga kekerasan yang dilakukan oleh aparat negara.
Yang memprihatinkan, LBH Surabaya juga mencatat ada 89 kasus kejahatan terhadap anak dengan korban 269 anak. ”Tindakan hukum terhadap pelaku tidak pernah setimpal atau menimbulkan efek jera. Padahal, masa depan korban terancam karena misalnya menanggung malu dan tertekan sepanjang hidup,” ujar Wachid.