SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya terus melakukan sosialisasi dan edukasi terkait dampak pemotongan unggas yang selama ini dilakukan di pasar tradisional. Ke depan, proses pemotongan unggas akan dipusatkan di satu lokasi untuk mencegah pencemaran lingkungan dan penularan penyakit unggas kepada manusia.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya Joestamadji, di Surabaya, Kamis (13/12/2018), mengatakan, pemkot memiliki dua opsi untuk mencegah pemotongan unggas di pasar tradisional, yang cenderung menimbulkan penyakit bagi manusia dan lingkungan.
Selama ini, hampir semua pasar tradisional di Kota Surabaya melakukan proses pemotongan unggas, terutama ayam, di dalam areal pasar. Dengan pola ini, tidak hanya penyebaran penyakit dari unggas ke manusia yang menjadi begitu mudah, tetapi kondisi pasar, seperti Pasar Keputran, juga menjadi kumuh dan kotor.
Untuk itu, kata Joestamadji, Pemkot Surabaya akan memusatkan pemotongan unggas di satu lokasi dengan membangun rumah pemotongan unggas (RPU). Terkait dengan pemusatan RPU, pemkot juga menyediakan daging unggas dalam bentuk karkas sehingga siap diperjualbelikan di pasar. ”Dua opsi ini sedang dikaji dan segera diputuskan opsi mana yang akan dipakai,” katanya.
Menurut Joestamadji, penting melakukan pemusatan pemotongan unggas karena sudah tertuang dalam Pasal 10 Perda Kota Surabaya Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penampungan dan Pemotongan Unggas. ”Setiap usaha pemotongan unggas harus dilakukan di dalam rumah pemotongan unggas yang memiliki izin dari kepala daerah,” ujarnya.
Selama ini, pihaknya juga melakukan berbagai upaya pencegahan penyakit menular yang disebabkan dari unggas melalui vaknisasi terhadap unggas di beberapa sektor. Sektor 1 dan 2, lanjutnya, masuk dalam skala besar, yakni perusahaan ayam, kemudian sektor 3 dan 4 meliputi skala menengah dan kecil.
”Khusus di sektor empat, kami sudah melakukan vaksinasi 50.000 ayam dan burung sepanjang April dan oktober 2018,” kata Joestamadji.
Tidak hanya vaksinasi, pihaknya juga melakukan penyemprotan di kandang ayam serta unggas yang berada di pasar dan kampung-kampung. ”Penyemprotan harus dilakukan untuk mencegah bermacam penyakit menular dari unggas,” ujarnya.
Ia berharap kegiatan vaksinasi setiap tahun serta rencana mendirikan RPU membawa dampak positif bagi masyarakat. Cara ini diharapkan bisa mencegah dan mengurangi penyakit menular dari unggas.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya Agus Eko menjelaskan, jika pemotongan unggas tidak dilakukan secara terpusat, air limbah pemotongan unggas yang tidak terkelola dengan baik melalui IPAL akan tersebar ke saluran-saluran dan mencemari lingkungan. Selain itu, air limbah itu menimbulkan penyakit bagi manusia dan pencemaran udara berupa bau tidak sedap di sekitar area pemotongan unggas serta mengganggu estetika kota serta kenyamanan warga kota.
Oleh karenanya, Agus merekomendasikan agar pemotongan unggas dilaksanakan secara terpusat di RPU dengan IPAL yang memadai untuk mencegah timbulnya pencemaran lingkungan dari air limbah pemotongan unggas. ”Jika pemotongan unggas tidak dilakukan secara terpusat, itu akan sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup manusia,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Surabaya Mira Novia menambahkan, lingkungan di pasar harus bersih. Alasannya, lingkungan pasar yang tidak bersih akan menimbulkan berbagai macam jenis penyakit menular, salah satunya flu burung.
Kendati demikian, Mira menegaskan, penularan penyakit yang berasal dari unggas belum terjadi di Surabaya selama lebih kurang empat tahun terakhir. ”Terakhir penyakit flu burung menyerang manusia dan unggas pada 2013-2014, tetapi sejak itu sudah tidak ada sampai saat ini,” katanya.
Dalam beberapa kesempatan, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengungkapkan bahwa pembangunan RPU sangat mendesak dan kini sedang dalam tahap pencarian lokasi. ”Jadi, rumah potong setiap hewan, seperti unggas, sapi, kambing, dan babi, tidak boleh lagi di dalam pasar, tetapi masing-masing jenis hewan harus memiliki rumah potong sehingga lebih mudah memantau sekaligus menghadang penyebaran penyakit hewan,” papar Risma.
Jika pemotongan semua jenis hewan dilakukan dalam satu kawasan, bahkan dilakukan di dalam kawasan pasar tradisional, seperti ayam, bebek, dan burung, risiko penyebaran penyakit menjadi sangat besar, terutama menyebarnya flu burung. ”Jika seekor unggas terkena flu burung, dalam sekejap penyakit itu dapat langsung menyebar ke manusia karena proses pemotongan dilakukan di dalam pasar,” ujarnya.