Akademisi Berkewajiban Sadarkan Publik Gunakan Energi Ramah Lingkungan
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Perubahan iklim menjadi ancaman bagi negara kepulauan seperti Indonesia. Pemanasan global ini perlu disiasati dengan pemberian pemahaman masyarakat untuk mengendalikan emisi karbon. Akademisi berperan penting dalam menyukseskan Indonesia dalam mencapai penggunaan energi ramah lingkungan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada saat peresmian SDGs Center ITB, Bandung, Jumat (12/7/2018) menyatakan, perubahan iklim tidak bisa dihindari lagi. Jika masyarakat tidak mengurangi emisi karbon dalam aktivitasnya, maka peningkatan suhu bumi mencapai 1,5 derajat di tahun 2052.
“Memang bagi manusia tidak berasa, tetapi berefek kepada lingkungan. Gunung-gunung es di Antartika akan mencair dan permukaan air laut naik. Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, hal ini tentu akan berakibat kepada hancurnya infrastruktur-infrastruktur yang ada di pesisir, seperti jalur Pantura,” ujarnya dalam Seminar Towards Zero Carbon di Institut Teknologi Bandung.
Melihat kondisi ini, Sri menuturkan, peran masyarakat sangat penting dalam mengurangi emisi karbon yang menjadi penyebab utama kenaikan suhu bumi. Oleh karena itu, kebiasaan untuk menggunakan sumber daya energi ramah lingkungan perlu dilakukan masyarakat.
Selain itu, negara juga berkomitmen mengurangi emisi karbon dunia dengan meratifikasi Persetujuan Paris. Dalam perjanjian internasional ini, Indonesia menargetkan pengurangan emisi karbon hingga 29 persen, namun jika mendapatkan bantuan internasional, Indonesia optimis bisa mengurangi hingga 41 persen.
“Bantuan infrastruktur dan finansial dibutuhkan karena biaya produksi energi ramah lingkungan lebih tinggi dibandingkan energi fosil. Sebut saja energi batubara sebagai pembangkit listrik dengan biaya termurah, namun menghasilkan emisi karbon terbesar,” paparnya.
Namun, pemerintah tidak memiliki kapasitas dalam memberikan pemahaman secara mendalam kepada masyarakat mengenai bahaya pemanasan global ini. Oleh karena itu, akademisi berperan penting. Dengan penelitian yang dipublikasikan oleh perguruan tinggi, masayarakat diharapkan dapat mengerti perubahan iklim dapat berdampak pada perekonomian, baik Indonesia maupun global.
“Pemerintah hanya berperan memfasilitasi. Masyarakat sendiri lah yang memegang kendali dalam memilih energi. Oleh karena itu, akademisi berperan penting dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat,” ujarnya.
Rektor ITB Kadarsah Suryadi menambahkan, peran perguruan tinggi dalam mengembangkan riset untuk mencari alternatif energy yang peduli lingkungan telah dilakukan. Namun, kompleksitas di masyarakat membuat akademisi juga perlu melakukan kolaborasi multi disiplin dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat.
“Jadi kami tidak hanya berbicara dalam tataran teknik saja. Masih ada aspek ekonomi, sosial, bahkan politik dalam menghadapi permasalahan ini. Oleh karena itu, semua akademisi lintas aspek perlu bekerjasama menyadarkan masyarakat untuk lebih memperhatikan emisi karbon dari energy fosil ini. Sudah seharusnya kita beralih ke energi alternatif,” tuturnya.