Pencapaian Restorasi Gambut di Kalteng Masih Rendah
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Pencapaian restorasi gambut di Kalimantan Tengah masih rendah dibandingkan dengan provinsi lain. Pencapaian restorasi di Kalteng baru 70 persen, sedangkan provinsi lain sudah lebih dari 90 persen. Peta kondisi lapangan menjadi salah satu kendala.
Hal itu disampaikan Deputi II Bidang Konstruksi Badan Restorasi Gambut Alue Dohong di sela-sela Rapat Koordinasi Restorasi Gambut di Kalimantan Tengah di Palangkaraya, Kamis (6/12/2018). Acara itu diikuti Tim Restorasi Gambut Daerah Kalteng dan Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Fahrizal Fitri.
”Meskipun demikian, kami optimistis Kalteng akan mampu mengejar di sisa waktunya ini, masih ada waktu satu sampai dua minggu ke depan,” ucap Alue.
Dari data Badan Restorasi Gambut, untuk proses revitalisasi, pencapaian di Kalteng baru mencapai 45 persen. Adapun proses revegetasi atau penanaman kembali baru mencapai 60 persen, sedangkan proses pembasahan atau rewetting mencapai 46,44 persen.
Khusus untuk pembasahan lahan gambut di Kalteng selama 2018, baru dibangun 627 unit sekat kanal dari target 1.350 unit. Sementara sumur bor baru dibangun 782 unit dari target 3.600 unit dan tiga titik penimbunan kanal dari target 15 titik penimbunan.
”Pencapaian tertinggi masih dipegang Provinsi Riau dengan pencapaian sudah 95 persen lebih, diikuti Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan,” ujar Alue.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Fahrizal Fitri mengungkapkan, peta lokasi menjadi salah satu kendala. Ia mencontohkan, untuk pembangunan sekat kanal, dari titik peta yang diberikan pusat ada perbedaan lebar dan panjang kanal dengan kondisi di lapangan.
”Kan, sudah ada juknis pengerjaannya, petanya sudah pas titiknya, tetapi saat dilihat lebarnya beda, panjangnya beda. Itu berpengaruh pada anggaran sehingga ada perubahan. Nah, perubahan itu butuh waktu,” tutur Fahrizal.
Ia mengungkapkan, meskipun belum memenuhi target, sejak 2017 sampai 2018 terjadi penurunan titik kebakaran hutan dan lahan di Kalteng. Selama tahun 2018 dari awal Januari, jumlah titik panas mencapai 560 titik dengan luas mencapai 1.354 hektar. Sementara pada periode yang sama tahun 2017 jumlah titik panas hanya 15 titik dengan luas kebakaran yang tidak mencapai 50 hektar.
Selama tahun 2017, kebakaran menghanguskan 952 hektar lahan dengan total titik panas mencapai 715 titik yang terpantau. Jumlah itu jauh lebih sedikit dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 1.567 titik panas atau tahun 2015 yang mencapai belasan ribu titik api.
”Semua merasakan kalau kinerja pemerintah daerah untuk mencegah melalui program restorasi dan sosialisasi pengelolaan lahan tanpa bakar itu efektif karena kebakaran semakin sedikit meskipun belum hilang total,” lanjut Fahrizal.
Lokasi baru
Alue Dohong menjelaskan, program restorasi tahun 2019 di Kalteng akan beralih fokus dari Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas ke Kabupaten Katingan, Kotawaringin Timur, sampai Kabupaten Seruyan. Anggaran yang disiapkan mencapai Rp 46,93 miliar untuk program pembasahan, penanaman kembali, dan revitalisasi ekonomi.
”Tahun depan fokusnya bergeser bukan lagi Kabupaten Pulang Pisau, tapi daerah gambut lainnya, seperti Kabupaten Katingan dan Seruyan,” kata Alue.
Ia menambahkan, meskipun bergeser fokus lokasinya, bukan berarti daerah sebelumnya dilepaskan. Masih ada kelompok-kelompok masyarakat yang menjalankan program restorasinya.