Tingkatkan Kinerja, Basarnas Beli Kapal Suplai dan Dua Helikopter
Oleh
Rhama Purna Jati
·2 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Badan SAR Nasional membeli satu kapal suplai buatan Batam dan dua helikopter untuk mempermudah proses pencarian dan evakuasi korban bencana di lapangan. Pembelian peralatan ini berdasarkan rencana strategis Basarnas yang pembeliannya dilakukan secara multiyears. Peralatan ini direncanakan tiba pada November 2019.
Hal itu disampaikan Kepala Basarnas Marsekal Madya Muhammad Syaugi saat mengunjungi Kantor SAR Palembang, Rabu (28/11/2018). Syaugi mengatakan, berdasarkan rencana strategis, pihaknya akan menambah jumlah peralatan. Untuk tahun ini, satu kapal suplai dan dua helikopter akan didatangkan untuk memperlancar proses pencarian korban.
Kapal suplai tersebut dapat membawa 450 ton bahan bakar, 100 ton air bersih, dan dapat dijadikan landasan helikopter, serta membawa remotely operated vehicles (ROV), yakni alat yang digunakan untuk mencari korban di bawah laut.
Kapal suplai ini diharapkan dapat membantu proses pencarian, terutama di tengah laut. Selama ini, kapal milik Basarnas hanya mampu membawa sekitar 50 ton bahan bakar sehingga kapal hanya mampu bertahan selama tiga hari di tengah laut. Dengan adanya kapal ini, ungkap Syaugi, operasi pencarian korban di tengah laut dapat lebih efektif dan efisien. ”Kapal suplai ini dapat mengisi sembilan kapal laut yang sedang beroperasi di tengah laut,” ucapnya.
Selain kapal suplai, ujar Syaugi, Basarnas juga akan membeli dua helikopter, yang digunakan untuk membantu proses evakuasi. Peralatan ini menambah 170 kapal laut dan 8 helikopter yang saat ini dimiliki Basarnas. ”Dari segi kualitas sudah memadai, tetapi dari kuantitas memang harus ditambah,” ucapnya.
Syaugi mengatakan, hingga kini Basarnas memiliki kekuatan sumber daya manusia sebanyak 3.321 personel. Dengan luas wilayah Indonesia, idealnya ada 7.000 personel. Walaupun belum memadai, Basarnas memiliki potensi SAR yang terdiri dari TNI/Polri, kementerian, pemerintah daerah, dan masyarakat. ”Yang masih aktif sekitar 6.000 orang. Mereka adalah orang yang dapat difungsikan jika sewaktu-waktu diperlukan,” ujar Syaugi.
Untuk membekali potensi SAR tersebut, lanjut Syaugi, perlu adanya pelatihan. Keberadaan potensi SAR sangat diperlukan, terutama di daerah yang jauh dari kantor SAR. Skema ini terbukti berhasil saat kejadian gempa bumi di Palu. Saat itu, tim SAR Palu kesulitan memasuki wilayah Donggala karena jembatan terputus. Namun, dengan adanya potensi SAR, proses evakuasi berjalan lancar.
Saat ini, lanjut Syaugi, ada 38 kantor SAR di seluruh Indonesia. Empat kantor yang baru dibuka berada di Natuna, Mentawai, Maumere, dan Banten. ”Keempatnya dipilih karena potensi bencana di daerah tersebut cukup besar,” ujarnya. Bukan tidak mungkin ada penambahan kantor sesuai dengan kebutuhan.