Relaksasi DNI, Kadin Menyayangkan Langkah Pemerintah
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·2 menit baca
SOLO, KOMPAS – Kamar Dagang dan Industri Indonesia menyayangkan langkah pemerintah tidak mengajak Kadin berdiskusi membahas relaksasi daftar negatif investasi ketika melahirkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI. Padahal, dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang menyangkut tax holiday dan dana hasil ekspor, Kadin diajak berdiskusi.
“Kita ketahui baru saja pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang menyangkut tiga hal, yaitu tax holiday, relaksasi DNI atau daftar negatif investasi dan dana hasil ekspor. Adapun setelah itu diluncurkan terjadi persepsi yang berbeda, persepsi yang justru mengarah kepada hal-hal yang sensitif terutama mengenai relaksasi DNI,” kata Ketua Umum Kadin Rosan P Roeslani saat pembukaan Rapat Pimpinan Nasional Kadin 2018 di Solo, Jawa Tengah, Selasa (27/11/2018).
Rosan mengatakan, terkait kebijakan tax holiday maupun dana hasil ekspor, Kadin diikutsertakan dalam pembahasannya bersama Bank Indonesia, Menteri Keuangan, serta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Kadin kemudian turut mendorong munculnya kebijakan tax holiday dan dana hasil ekspor.
Sebelumnya, saat memberikan keterangan pers di Solo, Senin (26/11/2018), Rosan mengatakan, Kadin meminta pemerintah agar mengkaji ulang kebijakan relaksasi DNI. Hal itu untuk mendapatkan masukan lebih dulu dari dunia usaha.
Dalam sesi dialog pada saat pembukaan Rapimnas Kadin di Solo, Selasa, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, meskipun ada relaksasi DNI, modal asing tidak serta merta bebas masuk. Masuknya modal asing tetap diatur sesuai dengan perundang-undangan yang sudah ada.
“Yang paling banyak disalahartikan itu industri pengupasan dan pembersihan umbi–umbian dan warung internet. Ini memang kita keluarkan dari DNI tapi bukan untuk PMA (penanaman modal asing) boleh masuk. Jangankan PMA, PMDN (penanaman modal dalam negeri) yang besar pun tidak boleh,” katanya.
Darmin menjelaskan, industri pengupasan dan pembersihan umbi-umbian membutuhkan modal berkisar Rp 50 juta-100 juta dan paling tinggi Rp 1 miliar. Sementara itu, dalam UU 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah diatur investasi modal asing di luar bangunan dan tanah minimal sebesar Rp 10 miliar. “Jadi tidak mungkin asing masuk ke situ. Tapi betul dia dikeluarkan dari DNI supaya jangan kena izin-izin,” katanya.
Adapun warung internet dikeluarkan dari DNI supaya pelaku usaha tidak perlu mengurus izin usaha UMKM di pemerintah daerah untuk mendirikan warnet. Jika tetap dalam DNI, untuk mendirikan warnet pelaku usaha juga harus mengurus izin lokasi. “Pasti sulit kalau urusan izin lokasi karenanya kita keluarkan dari DNI,” katanya.