12 Daerah Ajukan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah
Oleh
Rhama Purna Jati
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Dua belas kabupaten dan kota di Sumatera Selatan mengajukan peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah mereka. Hasil dari revisi ini akan dimasukkan dalam Sistem Informasi Penataan Ruang (Sitarum) sebagai pedoman perencanaan pembangunan di Sumsel untuk mencegah dikeluarkannya izin pembangunan di tempat yang tidak sesuai peruntukannya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Tata Ruang Sumsel Ucok Hidayat menyampaikan hal itu saat membuka Rapat Koordinasi Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi Sumatera Selatan, Selasa (27/11/2018).
Ucok mengatakan, sebelum melakukan rencana pembangunan di sebuah kawasan, setiap daerah harus mengajukan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Setiap daerah harus memiliki program perencanaan yang tegas dan jelas dan sudah dipersiapkan secara matang.
Sebelum terpilih tentu ada program yang ditawarkan oleh para kandidat yang mengikuti pilkada untuk pengembangan wilayahnya. ”Program itu harus segera disesuaikan. Kami tidak menutup kemungkinan untuk merevisi tata ruang yang ada, tetapi tentu tidak mengesampingkan kaidah yang berlaku,” kata Ucok.
Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Tata Ruang Sumsel Ino Faustino De Carmo mengatakan, penyusunan RTRW merupakan tidak lanjut dari pelaksanaan ketentuan Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sampai saat ini ada 12 kabupaten kota yang melakukan peninjauan kembali terhadap RTRW.
Dari 12 daerah itu, sembilan di antaranya sudah melalui pemilihan kepala daerah. ”RTRW ini akan menjadi dasar rencana pembangunan daerah,” katanya.
RTRW juga akan menjadi pedoman dalam pembuatan izin seperti izin prinsip, izin pemanfaatan, izin lokasi dan penetapan lokasi ada dalam perencanaan tata ruang.
Ino mengemukakan, pembuatan RTRW sangat penting karena akan berdampak terhadap bisa atau tidaknya sebuah sarana infrastruktur dibangun. Ino memberikan contoh pembangunan Waduk Tiga Dihaji di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan yang tidak bisa terlaksana lantaran pembangunan itu tidak masuk dalam RTRW dan perencanaan Pemkab Ogan Komering Ulu Selatan.
”Walau waduk ini masuk dalam 48 waduk yang akan dibangun dalam visi Nawacita, itu tidak bisa dilakukan karena memang tidak ada dalam perencanaan,” katanya.
Untuk mempermudah proses pendataan dan juga membangun sistem informasi yang terintegrasi, Pemprov Sumatera Selatan membangun dengan Proyek Konsep Kemitraan Pengelolaan Lanskap Sembilang Dangku (Kelola Sendang) membangun sistem bernama Sistem Informasi Penataan Ruang (Sitarung) Sumatera Selatan.
Dalam sistem ini, ujar Ino, ada sejumlah fitur yang menyediakan informasi tentang penataan ruang di Sumatera Selatan, mulai dari regulasi, pemetaan wilayah, hingga rencana tata ruang. Nantinya, ucap Ino, pihaknya akan berkoordinasi dengan dinas tata ruang di daerah untuk turut memasukkan data terkait dengan perencanaan tata ruang ke dalam sistem Sitarung.
Dalam sistem yang memiliki alamat situs sitarung.sumselprov.go.id ini, masyarakat dapat melihat regulasi termasuk peruntukan kawasan tertentu. ”Secara tidak langsung akan ada pengawasan publik terkait dengan tata ruang,” ucap Ucok.
Pembangunan sistem ini diharapkan dapat meminimalkan penyimpangan pemberian izin di sebuah kawasan. Jangan sampai generasi selanjutnya tidak bisa menikmati sumber daya karena kesembronoan kita dalam memberikan izin. ”Yang lain bisa bertambah, tetapi tanah tidak bisa ditambah. Itulah sebabnya harus dikelola secara tepat dan hati-hati,” kata Ucok.
Direktur Proyek Kelola Sendang Damayanti Buchori berharap sistem ini dapat membantu pemerintah dalam membuat kebijakan serta keputusan secara benar. Di sisi lain, masyarakat dapat turut mengawasi penggunaan lahan yang ada di wilayahnya.
Dipilihnya Sumsel sebagai salah satu tempat pelaksanaan sistem ini karena adanya kemauan pemerintah menyelesaikan beragam masalah yang ada di wilayahnya. Seperti diketahui, Sumsel memiliki sejumlah masalah lahan yang tidak jarang berujung pada konflik.
”Sistem ini bisa menjadi pedoman untuk dijadikan barang bukti jika ada permasalahan terkait dengan penggunaan kawasan,” ujar Damayanti.
Damayanti mengatakan, perencanaan pembangunan Sitarung ini sudah terlaksana sejak satu tahun lalu dan saat ini sudah dapat diakses oleh masyarakat. Sebelum diterapkan di Sumsel, Provinsi Papua sudah menerapkan ini lebih dulu. Khusus untuk di Papua, sistem ini untuk melindungi kawasan hutan yang tersisa.
”Kami berharap sistem ini dapat digunakan oleh pemerintahan saat ini dan selanjutnya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan,” kata Damayanti.