Hingga Jumat (23/11/2018) petang, sudah sekitar 20.000 formulir yang dikumpulkan warga Palu, Sulawesi Tengah, dan sekitarnya, korban gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi terkait dengan desakan penghapusan kredit perbankan dan kredit pembiayaan kepada pemerintah. Jumlah formulir ini masih bisa bertambah.
Pengumpulan itu dimulai dua pekan lalu saat beberapa warga menggagas terbentuknya Forum Debitor Korban Bencana Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala (Pasigala) Provinsi Sulteng. Sukarelawan forum ini langsung menyebarkan formulir kepada masyarakat. Formulir yang ditulis tangan ini berisi data kredit warga, baik nominal maupun sumber pengambilan kredit.
Dalam formulir dicantumkan pula pernyataan warga untuk bersama berjuang bersama forum tersebut hingga desakan penghapusan kredit dikabulkan pemerintah. Gerakan ini ternyata disambut warga. ”Sudah terkumpul lebih dari 20.000 formulir,” kata Ando Wibisono, ketua forum itu, Jumat petang.
Sebelumnya pada Kamis forum menyebut formulir yang terkumpul sudah 15.000 lembar.
Kemarin, posko forum di Jalan Tanjung Tada menjadi tujuan warga untuk mengumpulkan formulir. Namun, ada juga lokasi pengumpulan lain seperti Taman GOR Palu yang dituju. Bahkan, sejak Jumat pukul 09.00, taman itu sudah didatangi warga yang membawa formulir.
Salah satunya adalah Bekti Suwondo, warga Perum BTN Perintis Asri, Kawatuna, Palu. Dia berharap forum ini bisa memperjuangkan desakan penghapusan kredit.
Bekti bercerita, dirinya mengambil kredit usaha Rp 25 juta di salah satu bank dan sudah mengangsur 4 bulan. ”Jangka waktu pinjaman 2 tahun. Masih lama. Sekali angsuran Rp 1 juta. Saya tak punya uang karena usaha warung nasi kuning dan usaha jualan kuenya sepi pascagempa. Biasanya saya dapat untung bersih Rp 80.000-Rp 100.000 per hari. Tapi, pascagempa, hanya Rp 40.000-Rp 50.000 per hari,” keluh Bekti.
Rumah Bekti rusak berat terdampak gempa. Hanya bagian dapur yang bisa digunakan karena bangunannya terbuat dari kayu. Saat gempa, Bekti berada di rumah. Waktu itu, ia segera tersadar akan adanya gempa. Dia melompat ke luar rumah seiring tembok rumah runtuh.
Kasprida (39), warga Balaroa, mengatakan, dirinya meminjam Rp 75 juta dari salah satu bank. ”Per bulan bayar cicilan Rp 2,3 juta. Kami jualan pakaian, tetapi pascagempa praktis tidak ada pembeli. Bagaimana kami bisa membayar cicilan jika enggak ada pemasukan,” katanya.
Masyarakat Palu dan sekitarnya, menurut Ando, sudah terguncang gempa. Tidak akan kuat jika mereka dipukul lagi oleh kejaran kredit perbankan dan perusahaan. Terlebih lagi banyak warga kehilangan pekerjaan dan terancam kehilangan pekerjaan. ”Pihak leasing sebagian mulai menelepon warga,” kata Ando.
Selain Forum Debitor Korban Bencana Pasigala, perjuangan mewujudkan penghapusan kredit juga digaungkan Forum Perjuangan Pemutihan Hutang (FPPH) Sulteng. Untuk kredit ke bank, yang angkanya di bawah Rp 500 juta, FPPH mendesak itu bisa menjadi prioritas penghapusan.
”Pemutihan kredit bisa dilakukan di daerah lain yang pernah terkena gempa, seperti Aceh, Lombok, dan Yogyakarta. Sulteng, ya, semestinya bisa. Semua warga saat ini mengalami kesulitan keuangan. Kami butuh pemutihan kredit itu meski tetap harus tepat sasaran,” ujar Sunardi, Koordinator FPPH.