Penghasilan Tak Resmi DPRD Malang Lebih dari Rp 100 Juta
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang mengungkapkan kronologi penghasilan tidak resmi mereka selama menjabat. Nilai penghasilan di luar gaji dan tunjangan resmi itu lebih dari Rp 100 juta per orang.
Pengungkapan kronologi kejahatan luar biasa itu dilakukan saat sidang lanjutan terhadap enam terdakwa anggota DPRD Kota Malang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Rabu (21/11/2018) kemarin. Mereka adalah Heri Puji Utami, Rahayu Sugiarti, Heri Subiantoro, Sukarno, Abdurrahman, dan Yaqud Ananda Qudband.
Kepada majelis hakim yang diketuai Cokorda Gede Arthana, terdakwa Heri Puji Utami mengakui tentang adanya sebuah rapat yang dipimpin oleh Ketua DPRD Kota Malang Arif Wicaksono. Rapat itu menyepakati penggantian program pokok-pokok pikiran (pokir) yang mengakomodir aspirasi konstituen dari masing-masing anggota dewan, diganti dengan uang tunai.
“Besaran nilainya Rp 12,5 juta per anggota. Awalnya nilai pokir diusulkan oleh Arief Rp 10 juta namun Yaqud Ananda meminta agar nilainya dinaikkan menjadi Rp 12,5 juta per orang,” ujar Heri Puji Utami menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum KPK Arif Suhermanto.
Tak lama setelah menerima uang pokir, Heri Puji juga menerima uang kompensasi persetujuan pembangunan proyek pengelolaan sampah di Jalan Supit Urang Kota Malang sebesar Rp 5 juta. Proyek sampah itu merupakan usulan Pemkab Malang. Adapun maksud pemberian uang itu agar dewan tidak mengkritisi proyek tersebut.
“Buk ini ada tambahan rezeki,” ujar Heri Puji menirukan ucapan Priyatmoko anggota DPRD Kota Malang yang membagikan uang sampah.
Tidak hanya itu, istri mantan Wali Kota Malang Peni Suparto ini menerima uang pembahasan APBD Kota Malang 2015 sebanyak Rp 110 juta. Uang diterima bertahap sejak sebelum pembahasan APBD 2015 dimulai yakni Desember 2014. Dengan demikian total penghasilan tidak resmi yang diterima Heri Puji Utami Rp 127,5 juta.
Ketua Fraksi PPP-Nasdem DPRD Kota Malang ini juga mengaku membagi-bagikan uang penghasilan tidak resmi kepada anggota fraksinya. Nilainya yang dibagikan Rp 100 juta hingga Rp 115 juta.
“Berkenaan dengan uang pembahasan APBD itu, saya mendapat informasi dari Ketua DPRD Kota Malang Arief Wicaksono bahwa semua ketua fraksi akan menerima Rp 125 juta per orang sedangkan anggota fraksi menerima Rp 100 juta per orang,” kata Heri Puji Utami.
Pernyataan yang sama disampaikan oleh terdakwa Heri Subianto, Sukarno, Rahayu Sugiarti, dan Abdul Rochmad. Keempatnya mengakui menerima uang pokir, uang sampah, dan uang pembahasan APBD 2015. Hanya nilainya berbeda. Heri Subianto mengaku secara total atau akumulatif menerima sebanyak Rp 110 juta, Sukarno mengaku menerima Rp 147,5 juta, dan Abdul Rachman mengaku total menerima uang Rp 67,5 juta.
Sedangkan terdakwa Rahayu Sugiarti yang merupakan Wakil Ketua DPRD Kota Malang mengaku hanya menerima Rp 65,5 juta.
Mengembalikan
Kelima terdakwa yang mengakui menerima penghasilan tidak resmi ini sudah mengembalikan uang kepada penyidik setelah mereka ditetapkan sebagai tersangka. Empat terdakwa mengaku sudah mengembalikan seluruh uang yang diterima. Sedangkan satu terdakwa yakni Heri Subianto mengaku sudah mengembalikan namun belum semuanya. Dia berjanji akan segera mengembalikan seluruhnya.
Dari enam terdakwa, hanya Yaqud Ananda Qudban yang tidak mengembalikan uang kepada penyidik karena terdakwa mengaku tidak pernah menerima penghasilan tidak resmi. Dia membantah menerima uang pokir, uang sampah, maupun uang pembahasan APBD.
“Selama menjadi anggota DPRD Kota Malang penghasilan yang saya terima resmi. Tidak ada uang pokir atau THR (Tunjangan Hari Raya), uang sampah dan uang dok APBD,” ujar Ketua Fraksi Hanura dan PKS ini.
Enam terdakwa anggota DPRD Kota Malang ini merupakan bagian dari 19 anggota dewan yang ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus korupsi oleh KPK. Selain menyeret anggota legislatif kasus ini juga menyeret Wali Kota Malang Mochammad Anton yang dinyatakan terbukti bersalah menyuap Rp 700 juta dan Ketua DPRD Kota Malang Arief Wicaksono yang juga sudah divonis bersalah.