BANYUWANGI, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan Kementerian Pertanian bekerja sama membentuk sentra jeruk di Banyuwangi. Petani Banyuwangi mulai digelontorkan dengan 18.000 bibit jeruk varietas RGL dari Kementerian Pertanian untuk mewujudkan hal itu.
Kerja sama tersebut tertuang dalam nota kesepahaman antara Pemerintah Kabupaten Banyuwangi serta Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. Melalui kerja sama tersebut, Banyuwangi dirancang tidak hanya menjadi sentra jeruk keprok siam dan pontianak, tetapi juga sentra jeruk varietas rimau gerga lebong (RGL).
”Selama ini jeruk yang diproduksi di Banyuwangi adalah jeruk keprok varietas siam dan pontianak yang cocok untuk dataran rendah dengan ketinggian 100-200 mdpl (meter di atas permukaan laut). Sementara jeruk yang akan dikembangkan ialah jeruk varietas RGL yang khusus untuk areal medium dataran tinggi dengan ketinggian 400-900 mdpl,” ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Rabu (14/11/2018).
Sekitar 15.000 bibit dari Kementerian Pertanian telah ditanam oleh 70 petani di Desa Segobang dan Desa Kluncing dengan luas lahan tanam mencapai 25 hektar. Kedua desa ini cocok untuk varietas RGL karena berada pada ketinggian di atas 600 mdpl dan memiliki jenis tanah gembur.
Pemberian bantuan benih tersebut sejalan dengan komitmen Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang ingin memberikan nilai tambah kepada petani-petani di daerah.
Kementerian Pertanian memilih Banyuwangi sebagai lokasi pengembangan varietas jeruk RGL karena memiliki agroklimat yang sesuai dan memiliki tingkat kesuburan tanah yang memadai.
Selain bantuan bibit, petani Banyuwangi juga diberi pendampingan dan pelatihan budidaya jeruk medium dataran tinggi, mulai dari teknik pengolahan tanah, pemupukan, pemangkasan, hingga penanganan pascapanen.
Jeruk RGL memiliki banyak keunggulan, antara lain memiliki cita rasa manis, asam, dan segar dengan kandungan air yang banyak. Jeruk RGL juga lebih menarik karena memiliki kulit dan buah berwarna oranye. Selain itu, varietas ini juga dapat dipanen sepanjang tahun dengan produktivitas yang cukup tinggi, yaitu 100-150 kilogram per hektar per tahun.
Kepala Dinas Pertanian Banyuwangi Arief Setiawan menambahkan, selain varietas anyar, Kementerian Pertanian juga memberikan 2.000 bantuan bibit jeruk varietas unggul lain untuk keperluan uji multilokasi atau penelitian. Ribuan benih tersebut telah ditanam di areal perkebunan Lijen, Kecamatan Licin.
”Kalau bibit yang ini, memang belum ada nama varietasnya karena masih taraf uji coba dan penelitian. Tujuannya, untuk melihat apakah varietas ini cocok atau tidak di Banyuwangi. Jika hasilnya memang oke, baru akan didaftarkan dan dilakukan pelepasan varietas oleh Kementerian Pertanian untuk selanjutnya dikembangkan di sini,” tutur Arief.
Pengembangan jeruk RGL, lanjutnya, diharapkan dapat membantu peningkatan kesejahteraan petani jeruk. Selama ini, saat masa panen jeruk, harga jeruk di tingkatan petani anjlok. Hal itu karena tidak adanya diferensiasi komoditas. Karena itu, terjadi luapan produksi saat panen raya hingga 3.000 kilogram.
Rindi Suwito (30), petani jeruk di Kecamatan Tegaldlimo, mengatakan, normalnya, harga jeruk manis kualitas super (ukuran besar) Rp 8.000 hingga Rp 10.000 per kg. Namun, saat panen raya, harga jeruk tertekan hingga menyentuh Rp 3.500 per kg.
”Harga tersebut tentu tidak memberikan keuntungan bagi kami. Kami bisa mendapat untung apabila harga jual minimal Rp 6.000 hingga Rp 7.000 per kg. Kami berharap, ada upaya dari pemerintah daerah untuk menjaga harga pasar hortikultura agar ada kestabilan harga,” ujar Rindi.