10 Tahun Mangkrak, Tanjung Api-Api Dioperasikan 2019
Oleh
·2 menit baca
PANGKALAN BALAI, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan segera mengoperasikan pelabuhan Tanjung Api-Api yang sudah lebih dari 10 tahun mangkrak.
Pengoperasian ini diharapkan dapat mengundang investor untuk menanamkan modal, terutama di Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api. Pengoperasian pelabuhan ini ditargetkan dimulai tahun 2019.
Kondisi Pelabuhan Tanjung Api-Api (TAA) yang dibangun dengan dana APBN sekitar Rp 200 miliar itu sangat memprihatinkan. Beberapa bagian sudah kusam bahkan papan nama tinggal menyisakan beberapa huruf. Jarang ada kapal yang berlabuh karena perairan dangkal.
Meski demikian, di area tersebut sudah terbangun perkantoran dan lahan untuk area peti kemas. Saat memantau keadaan pelabuhan, Senin (12/11/2018), Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menyayangkan mangkraknya pelabuhan ini. ”Dengan dana sebesar itu (Rp 200 miliar), Rp 5 belum diperoleh,” katanya.
Untuk itu, Pemprov Sumsel segera melakukan survei untuk memastikan kondisi pelabuhan terkini. Pada tahun 2016, PT Pelindo II pernah melakukan survei.
Saat itu kedalaman air sekitar 3,5 meter. Padahal, untuk dijadikan pelabuhan butuh kedalaman 5-6 meter.
Tidak terurusnya pelabuhan ini disebabkan karena pemerintahan sebelumnya fokus untuk pembangunan KEK TAA dan pelabuhan laut dalam Tanjung Carat.
”Sekarang fokus kita adalah memanfaatkan fasilitas yang sudah ada, bukan yang akan ada,” ucap Herman.
Dengan cara ini, ujar Herman, pihaknya berharap beban di Pelabuhan Boom Baru, Palembang, dapat dibagi sehingga truk yang masuk Kota Palembang dapat dikurangi.
”Kami akan tentukan pelabuhan mana yang akan menjadi pelabuhan peti kemas dan pelabuhan mana menjadi pelabuhan barang curah,” katanya.
Manajer Operasional Pelindo II Palembang Andi Purwanto mengatakan, ada dua opsi untuk mengaktifkan kembali pelabuhan TAA, yakni mengeruk atau membangun dermaga agak ke tengah laut. ”Semua bergantung pada hasil survei,” katanya.
Saat ini Pelabuhan Palembang cukup padat. Setiap hari ada 5- 6 kapal bersandar. Peti kemas yang keluar-masuk mencapai 288 unit per hari.
Hambatan lain adalah pembebasan lahan yang belum selesai akibat mahalnya harga lahan. Sebagian besar warga di Desa Teluk Payo, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, yang menjadi tempat dibangunnya KEK TAA, menetapkan harga lahan sekitar Rp 500 juta per hektar.
Direktur Utama PT Sriwijaya Mandiri Sumatera Selatan, yang mengelola KEK TAA, IGB Surya Negara mengatakan, pembebasan lahan masih tersendat. Dari target sekitar 260.825 hektar di tahap I, baru 153 hektar yang terealisasi. (RAM)