Upacara Pergantian Bregada Pakualaman
Upacara pergantian bregada atau prajurit tidak hanya di London. Sejak beberapa waktu lalu, Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta juga melakukan upacara pergantian bregada yang disertai dengan atraksi budaya.
Suara seruling menyelingi tabuhan genderang dan gong yang dimainkan Bregada Lombok Abang. Alunan musik repetitif bertempo sedang itu memantapkan setiap langkah prajurit berseragam merah dan bersenjatakan tombak kayu saat memasuki Pura Pakualaman. Mereka langsung membentuk barisan di sisi barat halaman pura.
Di belakangnya, ada Bregada Plangkir yang mengenakan seragam hitam dan bersenjatakan senapan laras panjang. Mereka juga berjalan diiringi suara genderang yang ditabuh oleh bregada yang berada di barisan depan.
Kedua bregada itu merupakan prajurit perang milik Kadipaten Pakualaman. Mereka hendak mengikuti upacara pergantian bregada penjaga yang digelar di Pura Pakualaman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (22/9/2018).
Pergantian penjaga itu dilakukan setiap 35 hari sekali bergantung pada weton atau peringatan hari lahir Adipati Kadipaten Pakualaman yang sedang bertakhta. Saat ini, pergantian jaga dilakukan setiap Sabtu Kliwon, sesuai dengan weton Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam X.
”Ini memang disesuaikan dengan siklus budaya Jawa. Peringatan kelahiran itu setiap 35 hari sesuai dengan weton seseorang. Dalam hal ini, weton¬nya disesuaikan dengan milik Sri Paduka Paku Alam X,” kata Pengageng Pambudidaya Kadipaten Pakualaman Kanjeng Pangeran Haryo Kusumo Parastho, di Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Sabtu itu, bertindak sebagai inspektur upacara adalah Manggala Yudha RM Triatmojo Kusumo. Manggala yudha merupakan panglima perang kerajaan. Upacara dimulai sekitar pukul 15.00. Dibunyikannya terompet oleh Bregada Plangkir menandai mulainya upacara sore itu. Semua bregada segera disiagakan agar bersiap menyambut manggala yudha.
Manggala yudha dijemput dari Bangsal Sewatama, pendapa terdepan di Pura Pakualaman, oleh empat anggota Bregada Lombok Abang. Ia berjalan sambil menggenggam sebilah pedang menuju tempat upacara. Tubuhnya yang tinggi besar membuat wibawanya kian terpancar saat berjalan.
Sesampainya di tempat upacara, para bregada melakukan penghormatan terhadap manggala yudha sebagai panglima perang mereka. Setelah itu, upacara dilanjutkan dengan pergantian bendera dari berlambang Bregada Plangkir ke Bregada Lombok Abang. Secara simbolis, hal itu menandakan Bregada Lombok Abang akan menggantikan Bregada Plangkir untuk berjaga di Pura Pakualaman selama 35 hari ke depan.
Para bregada mengucapkan janjinya sebagai prajurit Kadipaten Pakualaman dengan dipimpin oleh manggala yudha. Mereka berjanji untuk setia dan mengabdi sepenuh hati kepada Kadipaten Pakualaman.
Upacara itu diakhiri dengan kirab mengelilingi Pura Pakualaman sebanyak satu kali putaran yang dilakukan oleh para bregada. Pengunjung yang terdiri atas warga sekitar hingga wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, antusias menyambut kirab itu. Mereka menonton sejak awal upacara dimulai dari sela-sela pagar besi Pura Pakualaman.
Kusumo menjelaskan, pergantian bregada sebenarnya merupakan tradisi lama dari Kadipaten Pakualaman. Namun, upacara itu dikonsepkan menjadi sebuah tontonan lebih kurang lima tahun lalu.
”Dibuat seperti ini memang belum lama. Sebelumnya, kalau ada pergantian, ya, ganti saja. Upacara pun hanya sekadarnya saja,” katanya.
Kusumo mengungkapkan, pergantian bregada ini terinspirasi pergantian prajurit penjaga di Istana Buckingham, Inggris. Sebab, di ”Negeri Ratu Elizabeth”, upacara tersebut dapat menjadi hiburan bagi wisatawan yang berkunjung ke sana.
”Di Inggris, upacara pergantian prajurit bisa menarik wisatawan. Lalu, kami yang memiliki upacara serupa kenapa tidak mencoba mengemasnya untuk menjadi tontonan pula? Tujuannya juga sama, agar bisa menjadi magnet wisatawan untuk datang ke Pura Pakualaman,” kata Kusumo.
Jika menilik sejarah, Kadipaten Pakualaman memiliki hubungan dengan Inggris. Sebab, kadipaten tersebut berdiri pada 1813 ketika Jawa diduduki Inggris dengan kepemimpinan Sir Stamford Raffles.
Komitmen Paku Alam
Kusumo menuturkan, Kadipaten Pakualaman tidak memiliki banyak artefak atau peninggalan sejarah di museumnya jika dibandingkan dengan Keraton Yogyakarta. Karena itu, pergelaran atraksi budaya menjadi cara bagi mereka untuk menarik minat wisatawan berkunjung ke sana.
Hal itu merupakan komitmen Paku Alam X sebagai pengemban kebudayaan. Dalam wawancara dengan Kompas pada 5 Januari 2016, ia menyatakan akan fokus kepada kebudayaan dalam kepemimpinannya. Caranya adalah dengan kembali menghidupkan kesenian tradisional dan berbagai hal yang tak lagi ditengok orang.
Upacara pergantian bregada penjaga acaranya tak hanya dibuat tunggal satu upacara itu saja. Ada rangkaian acara lain berupa pertunjukan kesenian rakyat, yaitu jathilan dan tarian tradisional.
”Jathilan kami gandeng agar mereka semakin bersemangat untuk berkesenian. Jadi, ini turut menjadi bentuk pelestarian budaya. Sebab, tempat mereka buat tampil memang sedikit. Mereka harus menunggu undangan biar bisa tampil,” ujar Kusumo.
Sehari-hari tugas bregada lebih banyak sebagai penjaga kadipaten yang ramah. Jauh dari kesan prajurit perang. Misalnya, yang dilakukan Mas Ngabei Wirajati (67). Ketika bertugas, ia mengenakan pakaian peranakan lengkap beserta blangkon dan jarit. Ia memandangi satu per satu orang yang melintas di jalanan.
Ketika ada orang yang masuk, ia langsung mendekatinya. ”Ada perlu apa, ya?” ujarnya halus sambil tersenyum. Jika orang itu hendak berwisata ke Pura Pakualaman, ia mempersilakannya untuk mengisi buku tamu sebelum memasuki kompleks tersebut.
Wirajati adalah anggota Bregada Plangkir. Ia mengatakan, kini bregada tak lagi berada di barisan depan medan perang. Mereka garda terdepan dalam menerima tamu dan wisatawan yang berkunjung ke Pura Pakualaman.
Koordinator Prajurit Kadipaten Pakualaman Mas Riyo Wirapraja membenarkan hal itu. Ia mengungkapkan, saat ini, prajurit mengenakan seragamnya hanya pada momen tertentu saja. Misalnya, apabila ada perayaan hari besar dan pawai budaya.
Mas Wedono Wirohandoyo (71), Komandan Bregada Lombok Abang, menyampaikan, dalam seminggu, satu orang bregada berjaga sebanyak dua hingga tiga kali. Mereka berjaga mulai dari pukul 08.00 hingga pukul 17.00.
Saat berjaga, mereka harus menjamin pengunjung yang datang untuk berwisata tidak memasuki tempat-tempat yang tidak diperbolehkan dan merusak barangbarang koleksi museum.