Pondok Jaga Kelompok Tani Hutan Diduga Dibakar Pembalak Liar
Oleh
Syahnan Rangkuti
·3 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS — Sebuah pondok jaga dan tanaman milik Kelompok Tani Hutan Bukik Hijau, yang berada di dalam kawasan Hutan Lindung Bukit Betabuh, Desa Air Buluh, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau (sekitar 160 kilometer dari Pekanbaru), dibakar oleh sekelompok orang tidak dikenal. Warga menduga pelaku adalah para pembalak liar yang merasa terganggu dengan aktivitas warga yang aktif melindungi hutan lindung dari kerusakan.
”Kami menduga pembakarnya pelaku ilog (illegal logging) dari Sumatera Barat. Wilayah hutan kami langsung berbatasan dengan Kabupaten Dharmasraya di Sumatera Barat. Saat ini lahan hutan di desa kami sudah dijadikan kebun kelapa sawit seluas 100 hektar oleh warga Sumatera Barat,” ujar Kepala Desa Air Buluh Ardian di Pekanbaru, Sabtu (3/11/2018) pagi.
Menurut Ardian, kejadian kebakaran secara pasti tidak diketahui, tetapi diperkirakan berlangsung dalam tiga hari terakhir. Secara kebetulan, pondok itu tidak dijaga anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Bukik Hijau selama tiga hari.
Ardian mengatakan, biasanya anggota KTH memiliki giliran jaga di hutan lindung yang berjarak sekitar 7 kilometer dari desa itu. Hutan tersebut tidak dapat dijangkau dengan kendaraan, tetapi dengan berjalan kaki menyusuri Sungai Air Buluh selama dua jam.
Selain menjaga hutan, petugas piket juga merawat tanaman jernang yang ditanam warga di sekitar pondok. Pada Jumat pagi, sekelompok petani yang mendapat giliran piket jaga melihat bangunan pondok sudah rata dengan tanah dan tanaman jernang dirusak.
Menurut Ardian, sejak pondok jaga dibangun awal 2017, aktivitas pembalakan liar di hutan lindung berkurang drastis. Apabila bertemu pembalak liar, warga akan mengusirnya dari hutan. Warga juga merusak tenda-tenda pembalak. Ketegangan warga dengan pembalak liar memang sudah terjadi di lapangan.
Adrian mengakui, beberapa warga Desa Air Buluh masih melakukan pembalakan liar. Namun, setelah ada rumah jaga di hutan, aktivitas pembalak menjadi berkurang karena pembalak asal desa setempat merasa malu dengan warga yang memperjuangkan kelestarian hutan. Sisi positif menjaga hutan, warga mendapat penghasilan tambahan dari hasil tanaman hutan.
Sebelum pembentukan KTH Bukik Hijau, Sungai Air Buluh tercemar lumpur akibat pembukaan lahan hutan menggunakan alat berat. Pada saat turun hujan, air sungai berubah seperti susu sehingga tidak bisa dipakai untuk konsumsi dan mandi.
”Sejak kami menjaga hutan dari pembalak liar, sekarang tidak ada lagi pembukaan hutan dengan alat berat. Air sungai kami sudah berubah jernih lagi. Kami pun sudah dapat mandi dan meminum air sungai seperti dahulu,” tutur Adrian.
Adrian mengatakan, kejadian pembakaran rumah jaga hutan belum dilaporkan kepada yang berwajib. Nantinya warga anggota KTH Bukik Hijau akan melapor. Namun, secara khusus, Adrian meminta perhatian dari instansi kehutanan untuk membantu.
”Dengan kasus ini, berarti ada perlawanan dan ancaman dari pembalak liar terhadap aktivitas warga kami menjaga hutan. Kami meminta perlindungan dari pemerintah,” ucap Adrian.
Investigasi
Secara terpisah, Kepala Bidang I Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau Mulyo Hutomo mengatakan belum mendapat laporan warga dalam kasus pembakaran pondok jaga KTH Bukik Hijau di Desa Air Buluh. Namun, ia berjanji segera melakukan koordinasi dengan Bidang Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk proses investigasi dan penindakan.
”Pekan lalu saya bertemu dengan Pak Bupati (Bupati Kuantan Singingi Mursini). Ia mengatakan ada perambahan hutan di perbatasan Kecamatan Kuantan Mudik dengan Kabupaten Dharmasraya, Sumbar. Kemungkinan, lokasi yang dimaksud Bupati itu sama dengan laporan warga Air Buluh,” tutur Mulyo.
Menurut Adrian, KTH Bukik Hijau memiliki areal penjagaan seluas 900 hektar kawasan hutan lindung Bukit Betabuh. KTH dibagi empat kelompok yang masing-masing beranggotakan 30 orang atau total 120 orang. Pondok jaga awalnya dibangun dengan dana swadaya masyarakat yang sepakat ingin menjaga hutan dari kehancuran.