Merasa Seleksi Administrasi Janggal, Peserta Tes CPNS Berunjuk Rasa
Oleh
Ismail Zakaria
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Para pendaftar yang tidak lolos seleksi administrasi penerimaan calon pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintahan Kota Padang, Sumatera Barat, menggelar unjuk rasa di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang, Jumat (2/11/2018). Mereka mendesak agar Pemerintah Kota Padang melihat kembali berbagai kejanggalan yang mengakibatkan 3.576 pendaftar tidak lolos seleksi administrasi. Mereka juga minta diperjuangkan agar bisa mengikuti computer assisted test pada Sabtu (3/11/2018).
”Pascapengumuman hasil seleksi administrasi pada 26 Oktober lalu, kami langsung ke Badan Kepegawaian Daerah Kota Padang. Setelah itu, kami bertemu Wali Kota Padang, dilanjutkan melapor ke Ombudsman RI Perwakilan Sumbar. Sebelum ke sini, kami juga ke DPRD Sumbar. Sayangnya, hingga sekarang belum ada satu pun yang membuahkan hasil,” kata koordinator aksi Toni Kusmiran (34).
Menurut Toni, ada sejumlah persoalan yang muncul saat proses seleksi administrasi yang membuat ia dan rekan-rekannya merasa perlu memperjuangkan hak mereka.
”Pertama masalah akreditasi, baik itu kampus maupun jurusan. Kami tahu, akreditasi itu dalam tes CPNS secara nasional tidak jadi masalah, bukan menjadi syarat mutlak,” kata Toni.
Masalah akreditasi itu muncul karena saat lulus, perguruan tinggi tempat mereka kuliah saat itu belum mendapat akreditasi. Sementara syarat mendaftar harus merupakan lulusan perguruan tinggi yang sudah terakreditasi. Menurut Toni, mereka sudah melampirkan surat pengantar dari pihak kampus terkait hal itu.
”Masalah kedua adalah penulisan ijazah. Itu terjadi pada pendaftar yang merupakan alumni Universitas Negeri Padang. Saat mendaftar, yang diminta adalah ijazah Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Sementara yang dimiliki oleh alumni UNP itu adalah ijazah Pendidikan Guru Kelas Sekolah Dasar. Apa bedanya antara guru kelas sekolah dasar dengan guru sekolah dasar? Kami sama-sama guru,” kata Toni.
Persoalan lain, kata Toni, adalah berkas yang tidak sampai ke Badan Kepegawaian Daerah Kota Padang.
”Bahkan, dari hasil verifikasi, tidak ada satu pun bahan yang sudah dikirim teman-teman itu ditemukan. Sementara saat dicek di kantor pos dan cek resi, ada keterangan tanggal dan jam berkas diterima, termasuk penerimanya. Artinya sudah sampai,” kata Toni.
Selain itu, ada juga permasalahan berkas persyaratan yang menurut Toni tidak masuk akal, yakni pendaftar untuk tenaga kesehatan justru dimintai sertifikat pendidik. Sementara guru olahraga dimintai surat tanda registrasi yang seharusnya diperuntukkan untuk tenaga kesehatan.
”Banyak sekali hal janggal dan menjadi tanda tanya karena tidak sinkron dengan ketentuan pemerintah pusat, termasuk persyaratan kartu tanda penduduk dan kartu keluarga yang harus dilegalisir. Padahal, seperti yang kita ketahui, berkas-berkas itu tidak perlu dilegalisir mengingat legalitasnya sudah terjamin karena sudah terdaftar di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil,” kata Toni.
Unjuk rasa dimulai sekitar pukul 10.00. Para pengunjuk rasa datang membawa spanduk bertuliskan berbagai tuntutan. Selama hampir satu jam, mereka secara bergiliran menyampaikan orasi. Aksi tersebut mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian.
Selain diterima oleh anggota DPRD Padang, para pengunjuk rasa juga langsung menyampaikan permintaan mereka di depan Wali Kota Padang Mahyeldi. Mahyeldi sekitar pukul 11.00 keluar dari DPRD Padang seusai menghadiri rapat paripurna.
Sesuai aturan
Kepada pengunjuk rasa, Mahyeldi menyatakan bahwa seluruh proses seleksi administrasi sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, proses pendaftaran berkas hingga seleksi administrasi juga berlangsung lama.
”Seharusnya, kalau ada perbedaan-perbedaan, segera dikomunikasikan dengan pihak terkait. Pada intinya, kami sudah melakukan proses ini sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika memang ada persoalan atau temuan, silakan saja melapor seperti Ombudsman atau lainnya,” kata Mahyeldi.
Menurut Mahyeldi, kebutuhan untuk PNS di Kota Padang sangat besar. Mereka mengajukan 3.000 orang, sementara yang diberikan oleh pemerintah pusat hanya 558 orang. ”Tetapi laporan bapak ibu akan kami catat dan komunikasikan dengan pihak terkait di pusat sehingga bisa dicarikan solusi,” kata Mahyeldi.