Jong Batak’s Art Festival Angkat Seni Tradisi di Sumut
Oleh
Nikson Sinaga
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Rumah Karya Indonesia menggelar Jong Batak’s Art Festival #5 di Taman Budaya Sumatera Utara, Medan, Jumat hingga Minggu (26-28/10/2018). Festival itu memanggungkan seni tradisi kebudayaan Batak, seperti Pesta Rondang Bittang dari Simalungun, Gendang Guro-guro Aron dari Karo, dan Ulaon Gondang Naposo dari Toba.
Jong Batak’s Art Festival pada tahun kelima ini mengambil tema ”Tubuh Bineka”. Selain menampilkan seni tradisi, gelaran tersebut juga memanggungkan seni tari karya sembilan koreografer dari Sumut, Aceh, Riau, dan Jambi. Pertunjukan festival tersebut dipenuhi pengunjung yang didominasi pelajar dari Kota Medan.
”Kami berfokus memanggungkan seni tradisi, khususnya untuk merawat kebudayaan yang ada di Sumut,” kata Direktur Jong Batak’s Art Festival Ojax Manalu.
Ojax mengatakan, pesta budaya yang diambil dari tiga daerah di Sumut tersebut akan menunjukkan hakikat bangsa Indonesia yang sangat beragam. Keberagaman Indonesia dihadirkan dalam gerak tangan, kaki, mimik, pakaian, dan alunan musik tradisional yang mengiringinya. ”Kami ingin membawa kita pada suatu kesadaran bahwa Indonesia adalah tubuh yang menyatu sekaligus tubuh yang bineka,” kata Ojax.
Pesta budaya yang dipertunjukkan pada hari pertama festival adalah Pesta Rondang Bittang. Pertunjukan ini digarap bersama Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun Universitas Sumatera Utara. ”Tradisi Pesta Rondang Bittang adalah pesta adat yang digelar untuk mengungkapkan rasa syukur kepada yang kuasa atas panen raya yang melimpah. Pesta ini juga sebagai ajang yang mempertemukan para pemuda dan pemudi,” kata Ojax.
Pesta Rondang Bittang dilaksanakan dengan tarian dan nyanyian yang diiringi alunan musik khas Simalungun.
Adapun Gendang Guro-guro Aron dilaksanakan pada Sabtu. Para penari dengan pakaian adat Karo menari di atas tumpukan jerami padi. Mereka juga mengajak para penonton ikut bergabung menari bersama mereka.
”Tradisi ini biasanya dilaksanakan pada saat musim panen sebagai ucapan syukur atas hasil panen yang melimpah. Tradisi ini juga dilakukan pemuda dan pemudi,” ujar Direktur Program Rumah Karya Indonesia Brepin Tarigan.
Sekretaris Eksekutif Rumah Karya Indonesia Tumpak Winmark Siparjalang mengatakan, Jong Batak’s Art Festival akan ditutup pada Minggu, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Mereka akan menggelar Ulaon Gondang Naposo yang di daerah asalnya merupakan ajang untuk mempertemukan pemuda dengan pemudi. ”Jong Batak’s Art Festival hadir dengan nuansa kreativitas dan semangat pemuda,” kata Tumpak.
Menurut Tumpak, tiga seni tradisi yang mereka tampilkan saat ini sudah semakin jarang digelar di daerah asalnya. Tradisi ini perlahan-lahan ditinggalkan masyarakatnya. Pertunjukan kebudayaan itu pun sangat jarang dipanggungkan di luar daerahnya. Festival tersebut untuk memperkenalkan seni tradisi kepada masyarakat di Kota Medan.
Selain seni tradisi, festival tersebut juga menampilkan karya seni tari dari sembilan koreografer, yakni Nurwani, Lilis Samosir, Shinta Agustina, Perri Sagala, dan Tari Selian yang berasal dari Sumut; Wan Harun Ismail dari Riau; Cyntia Alda Faja dan Tri Putra Mahardika H dari Jambi; serta Nadra Manalu asal Aceh.