Selvia Dwi Susanti (15) awalnya seperti takut-takut. Kamis (18/10/2018), sejumlah pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan, forum pimpinan kecamatan Bluluk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, mendatangi rumahnya.
Ketakutannya mendadak berubah senyum dan sedikit tawa ketika Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan berseloroh. ”Wow, ternyata cantik, ya. Kayak yang saya lihat di televisi, ya, Mbak Selvia ini,” kata Adi diikuti tawa pejabat lainnya.
Kehadiran para pejabat, baik dari dinas kesehatan melalui tim Puskesmas Bluluk maupun dari dinas pendidikan, memberikan harapan mengenai penanganan kelainan berat badan dan masa depannya. Selvia, remaja 15 tahun, memiliki bobot 179,3 kilogram. Ia putus sekolah sejak kelas IV madrasah ibtidaiah sekitar 4 tahun lalu. Teman sebayanya kini sudah kelas VIII SMP.
Kini ia mau didorong mengurangi berat badan. Tekadnya mengurangi berat badan itu semakin kuat dengan semakin terbukanya kesempatan mendapatkan ijazah dengan mengenyam pendidikan kesetaraan (persamaan).
Ia tak berkeberatan sekolah lagi dan nantinya ingin kuliah. ”Ingin jadi guru. Sukanya pelajaran matematika,” ujarnya seusai menerima bantuan tas dan uang tunai yang diserahkan Kepala Dinas Pendidikan Lamongan Adi Suwito.
Setelah memilih putus sekolah pada 2012 karena malu gendut, Selvia mengajari anak tetangga yang usia 5-8 tahun mengaji di mushala kampung sekitar 10 meter di timur rumahnya. Tetapi, itu pun terhenti sejak 2014 saat badannya makin membesar.
Ia merasa susah berjalan dan napasnya tersengal. Baju pun harus dijahitkan khusus ke tetangga desa, Boworejo. Kainnya dibeli khusus di Pasar Babat. Setiap 5 meter kain jadi satu atasan dan dua bawahan. Dulu ongkosnya Rp 150.000 untuk dua atasan empat bawahan.
Enggan ke luar rumah
Kondisi tubuhnya yang membesar membuat Selvia makin pemalu, mulai 2016 enggan keluar rumah. Ia mencoba menyapu, tetapi ketika ada orang lewat, dirinya langsung berhenti.
Gejala bibit kurang percaya diri dan pemalu Selvia dirasakan ibunya, Musri, sejak Selvia kecil. Saat sekolah, ia minta ditunggui Musri. Suatu hari Musri yang bekerja serabutan tak bisa menunggu. Ia hanya diantarkan sekolah. Tetapi, Selvia merengek tak mau sekolah dan minta pulang.
Selvia sendiri tidak pernah masuk taman kanak-kanak, tetapi langsung ke madrasah ibtidaiah. Ia bisa mengerjakan tes masuk karena bisa baca tulis dan berhitung diajari kakaknya, Nurul Diah Setiawati.
Pendidikan Selvia yang putus di kelas IV madrasah ibtidaiah kini bisa tersambung lagi melalui Kelompok Belajar Paket A. Kepala Dinas Pendidikan Lamongan Adi Suwito mengemukakan, Selvia akan sekolah dengan model pendampingan, yakni nanti gurunya yang mendatanginya. Pemerintah Kabupaten Lamongan menjamin gratis tanpa dipungut biaya. Itu untuk menjamin anak usia sekolah bisa mengenyam pendidikan dan mendapatkan ijazah.
Pihaknya di tahap awal menyerahkan tas perlengkapan sekolah dan bantuan sosial Rp 2 juta untuk membantu Selvia. Model pendampingan menjadi alternatif agar Selvia bisa mendapat ijazah, Kejar Paket A.
Mendatangkan guru
Ada enam guru SD yang akan bergantian datang membantu untuk membinanya dengan metode mirip home schooling atau les privat. Pihaknya akan menyertakan psikolog untuk mengetahui kondisi psikologinya dengan pendekatan perlahan. ”Yang jelas, sekolahnya gratis. Kami bantu perlengkapannya dan juga buku,” kata Adi.
Muslih, Penyelenggara Pendidikan Kesetaraan Widya Prestasi, menyatakan, pihaknya telah mendata Selvia. Guru SMP Negeri 3 Ngimbang itu menjelaskan, dalam memberikan pelayanan kepada Selvia, didatangkan guru.
Selama ini, biasanya dalam satu kelompok belajar ada 5-40 orang yang ikut dalam persamaan atau pendidikan kesetaraan. Pesertanya kebanyakan dari wilayah selatan Lamongan, yakni Bluluk, Ngimbang, Sambeng, dan Sukorame.
Setelah terdata, Selvia resmi masuk lembaga pendidikan Widya Prestasi. Proses belajar-mengajar beda dengan peserta lain yang ada rombongan belajar. Tetapi, untuk Selvia, kegiatan pembelajaran dengan sistem kunjungan melibatkan enam guru paket A secara bergantian/giliran.
Selvia nantinya diikutkan ujian negara agar dapat ijazah, lalu bisa melanjutkan ke Kejar Paket B setara SMP dan Kejar Paket C setara SMA. ”Ini sekolahnya fleksibel, tatap muka tutorial secara mandiri mirip privat. Diharapkan ia lebih nyaman,” katanya.