KEDIRI, KOMPAS - Kondisi cuaca dan berkurangnya impor diduga menjadi penyebab kenaikan harga jagung untuk pakan ternak. Hingga Kamis (18/10/2018), harga jagung kering pipil di tingkat petani pada sejumlah daerah Rp 4.700-Rp 5.000 per kg.
Safi’i (55), petani Desa Kidangbang, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang, mengatakan, kemarau panjang membuat panen jagung rendah. Tongkol jagung tak terisi penuh oleh biji jagung. Saat dipipil, hasilnys sedikit. ”Air irigasi kurang. Harusnya setelah berbuah, jagung disiram beberapa kali. Namun, saya hanya bisa menyiram satu kali karena air irigasinya harus bergilir,” kata Safi’i sambil menunjuk buah jagung yang dimaksud.
Kekeringan diakui Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Moeldoko sebagai pemicu. Saat di Blitar, Kamis, dia mengatakan, banyak perkebunan jagung belum dipanen. ”Tentunya ada faktor yang menyebabkan jagung belum tanam, bisa faktor cuaca dan lainnya,” kata Moeldoko, seusai meninjau pabrik benih PT BISI Internasional Tbk, Kamis.
Presiden Direktur PT Charoen Pokphand Indonesia (Produsen pakan unggas) Tjiu Thomas Effendy membenarkan soal kemarau panjang memengaruhi ketersediaan jagung. Selain itu, minimnya impor juga memengaruhi stok jagung untuk pakan ternak.
Pemerintah, menurut Moeldoko, ingin menekan impor pakan ternak sebagai upaya swasembada. Kebijakan itu memengaruhi stok jagung untuk pakan ternak. Namun, tingginya harga jagung diyakini tidak berlangsung lama. ”Saat saya menyusuri Surabaya sampai Blitar, banyak kebun jagung, tetapi belum panen. Kemungkinan 1-2 pekan lagi sudah mulai panen dan bisa menurunkan harga,” katanya.
Hingga pertengahan Oktober ini, harga jagung pipil kering mencapai Rp 5.000 per kg. Harga itu, lebih tinggi dari harga normal yang mencapai Rp 3.000-Rp 4.000 per kg. ”Ini harga paling tinggi selama beberapa tahun terakhir.
Biasanya, harga jagung tidak sampai setinggi saat ini,” ujar Buhari (60), salah satu petani di Desa Kidangbang, Kabupaten Malang. Buhari baru saja memanen jagung pakan di lahan miliknya seluas 2.500 meter persegi.
Sebaliknya, tingginya harga jagung dikeluhkan peternak ayam petelur. Di daerah Blitar, harga jagung mencapai Rp 5.200 per kg. Tingginya harga jagung membuat biaya produksi telur membengkak. Di sisi lain harga telur kini anjlok jadi Rp 16.000 per kg di tingkat peternak. Harga itu di bawah harga impas peternak yang mencapai Rp 17.000 per kg.
Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumardjo Gatot Irianto menolak anggapan stok jagung kurang. Ia meyakini banyak panen di sejumlah daerah, mulai dari Lamongan, Tuban, hingga Kediri. Namun, ia tidak menyebutkan angka pasti jumlah panen jagung bulan ini.
Soal harga tinggi, Gatot justru menyebut ada yang menggoreng isu pakan ternak. ”Jagung ada, kalau sekarang harga mahal, lalu yang mengatur harga itu siapa?” katanya.
Para peternak ayam petelur di Solo, Jawa Tengah, meminta pemerintah turun tangan mengatasi tingginya harga jagung. Pemerintah diharapkan mengimpor jagung untuk meredam kenaikan harga. Tingginya harga jagung saat ini telah membuat peternak ayam petelur terus merugi.
”Para peternak sudah merugi cukup lama karena harga jagung mahal, sekarang harganya sudah Rp 5.250 per kilogram. Harga itu naik jauh di atas harga acuan pemerintah sebesar Rp 4.000 per kilogram,” kata Koordinator Paguyuban Peternak Ayam Petelur Solo Joko Surono.
Kemarin, para peternak ayam petelur Solo menggelar aksi bagi-bagi telur rebus di area bundaran Gladak. Mereka membagikan 700 butir telur rebus kepada pengendara sepeda motor dan mobil yang melintas. (NIT/WER/RWN)