Warga Terdampak Gempa Lombok Bebas Tentukan Anggota Pokmas
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Warga korban terdampak gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat, bebas menentukan jumlah anggota kelompok masyarakat sebagai salah satu persyaratan pencairan dana stimulan pembangunan rumah rusak berat. Hal itu asalkan jumlah anggota kelompok masyarakat itu sesuai kondisi tiap desa dan berdasarkan kesepakatan bersama masyarakat.
”Jangan kita ’kebiri’ kemauan masyarakat. Silakan bentuk pokmas (kelompok masyarakat), mau jumlah anggotanya ganjil-genap dan lebih dari 20 orang per pokmas tidak masalah. Yang penting, rumah yang syarat teknisnya tahan gempa dan syarat administrasinya selesai biar mereka segera mencairkan dana untuk membangun rumahnya,” ujar M Rum, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTB, Jumat (12/10/2018), di Mataram, Lombok.
Sebelumnya, Wakil Bupati Lombok Utara Sariufudin mempertanyakan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pencairan dana stimulan bagi warga yang rumahnya mengalami kerusakan. Dia mempersoalkan jumlah minimal anggota pokmas sebanyak 10 orang sampai 20 orang tiap pokmas.
Padahal, tiap desa memiliki jumlah warganya ganjil sehingga akan kesulitan membuat pokmas dan tidak bisa mendapat surat keputusan bupati untuk mencairkan dana stimulan itu.
Menurut Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Lombok Utara Dedi Mudjadid, persoalan ganjil-genap dan jumlah maksimal anggota pokmas itu merisaukan warga. Namun, dengan adanya penjelasan dari Kepala BPBD NTB, warga mendapat kepastian.
Terlebih lagi kini difokuskan membentuk pokmas, rencana kerja, serta menunjuk fasilitator (pendamping) dan kuasa pengguna anggaran agar bisa mencairkan dana dan segera membangun rumahnya. Dari 26.000 rumah yang terverifikasi rusak berat di Lombok Utara, baru 1.478 kepala keluarga yang mendapat rekening bank.
BPBD NTB telah memverifikasi 177.280 rumah warga terdampak gempa di NTB, meliputi 63.680 rusak berat, 26.536 rusak sedang, dan 87.064 rusak ringan. Dari jumlah rumah yang rusak berat itu, baru 5.585 warga yang mendapat dana stimulan dari pemerintah sebesar Rp 50 juta untuk tahap pertama. Untuk rumah rusak sedang Rp 25 juta dan rusak ringan Rp 10 juta belum dilaksanakan karena pemerintah berkonsentrasi pada rekonstruksi dan rehabilitasi rumah rusak berat.
Hunian sementara
Persoalan di Lombok Utara khususnya saat ini adalah warga masih ada yang tinggal di tenda pengungsian karena rumah mereka tidak bisa ditempati lagi.
Menurut Dedi, banyak warga yang semula mengungsi ke lereng bukit sudah kembali ke rumahnya dan membuat hunian sementara dengan bahan material sisa bangunan rumah yang roboh.
Warga yang masih mengungsi pun sudah diminta pulang, bahkan Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar, melalui program ”Kembali ke Rumah”, menyediakan tripleks dan seng sebagai bahan untuk membangun tempat tinggal sementara.
Upaya itu ditempuh karena musim hujan segera tiba. Lahan yang ditempati pengungsi tergenang air dan digunakan untuk bercocok tanam padi oleh pemiliknya.
”Pemkab Lombok Utara terus melakukan pendekatan kepada warga agar mereka mau pulang karena kalau tetap di sana, akan timbul persoalan kesehatan,” ujar Dedi.
Sebelumnya 12 perusahaan badan usaha milik negara membangun rumah transisi sebagai hunian sementara warga terdampak gempa Lombok yang berjumlah 1.500 unit, tersebar di Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, Lombok Utara, dan Lombok Barat.
Konstruksi bangunan rumah transisi ini seluruh kerangkanya dari baja ringan, dinding glass-fiber reinforced cement, dan spandek zincalume untuk atap. Biaya pembangunan satu unit rumah transisi Rp 8,5 juta.