Maluku Jadi Laboratorium Kerukunan Antarumat Beragama
Oleh
Fransiskus Pati Herin
·2 menit baca
AMBON, KOMPAS — Umat beragama lain berperan aktif dalam menyukseskan Pesta Paduan Suara Gerejani Katolik nasional di Ambon, Maluku, yang digelar pada 27 Oktober-2 November 2018. Maluku pun semakin mantap berubah dari laboratorium konflik menjadi laboratorium kerukunan antarumat beragama.
Hingga Rabu (10/10/2018), tingkat kesiapan Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) diperkirakan sudah melampaui 75 persen. Uskup Dioses Amboina Mgr PC Mandagi MSC mengucapkan terima kasih kepada umat dari agama lain atas peran aktif mereka dalam menyukseskan Pesparani.
Pesparani nasional ini untuk pertama kali digelar di Indonesia. Lebih dari 5.000 umat Katolik dari semua provinsi telah mendaftarkan diri mengikuti kegiatan itu. Presiden Joko Widodo direncanakan membuka kegiatan itu dan selanjutnya akan ditutup oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Mgr Mandagi mengatakan, umat Kristen Protestan dan Islam, dua komunitas mayoritas di Maluku itu, terlibat aktif menyukseskan Pesparani. Sebagai contoh, dua komunitas keagamaan itu paling banyak terlibat dalam kepanitiaan. Umat Katolik yang terlibat dalam kepanitiaan tidak lebih dari 10 persen.
Selain itu, Majelis Pekerja Harian Sinode Gereja Protestan Maluku juga menunda sidang tahun mereka demi memberikan dukungan terhadap pelaksanaan Pesparani. Begitu pula pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku menyatakan akan mendukung maksimal kegiatan tersebut.
”Ini yang membuat saya bangga dan senang. Persaudaraan kita semakin bagus, semakin kuat. Saya berterima kasih untuk semuanya itu,” kata Uskup Mandagi kepada Kompas.
Laboratorium kerukunan
Keterlibatan umat agama lain ini senada dengan tema Pesparani pertama, yakni ”Membangun Persaudaraan Sejati”. Pemilihan tema ini kuat hubungannya dengan kondisi sosial di Maluku yang pernah dilanda konflik sosial bernuansa agama hampir dua dekade lalu.
Pascakonflik, masyarakat Maluku bangkit merajut persaudaraan. Dahulu Maluku dijadikan sebagai laboratorium konflik, kini masyarakat Maluku mengubahnya menjadi laboratorium kerukunan antarumat beragama.
Anggota DPRD Provinsi Maluku, Melki Frans, secara terpisah mengharapkan dukungan maksimal dari pemerintah pusat. Melki merasa dukungan dalam bentuk anggaran tidak sebanyak kegiatan dari agama lain.
”Pemerintah pusat harus adil. Jangan seperti itu. Kalau pemerintah pusat tidak maksimal, biarlah DPRD Provinsi Maluku dan Pemerintah Provinsi Maluku mencari jalan lain. Sampai berutang pun tidak apa-apa,” ujar Melki yang juga pemeluk agama Kristen Protestan itu.