TEMANGGUNG, KOMPAS — Sebagian petani di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, saat ini mencoba mengembangkan tanaman vanili di polybag di halaman rumah. Upaya ini dilakukan karena lebih dari 10 tahun terakhir, tanaman vanili yang semula ada di lahan dan hutan rakyat gagal dilindungi dan urung dipetik hasilnya karena selalu dicuri.
Marjoko, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Kramat di Kecamatan Kranggan mengatakan, dirinya dan sebagian petani lainnya berupaya mendorong perkembangan tanaman vanili kembali karena saat ini harga buah vanili basah berkisar Rp 500.000-Rp 600.000 per kilogram, sedangkan harga vanili kering berkisar Rp 3,5 juta hingga Rp 6 juta. Satu pohon vanili bisa menghasilkan 4-5 kilogram vanili basah.
Dahulu, menurut dia, di era 1980-an, banyak petani di Kecamatan Kranggan menanam tanaman vanili di lahan atau di hutan rakyat. Seorang petani saat itu bahkan ada yang memiliki 1,5 hektar lahan yang dipenuhi ribuan tanaman vanili.
Namun, memasuki era 1990-an, seiring dengan mulai melonjaknya harga vanili kering hingga lebih dari Rp 2 juta per kilogram, pencurian vanili pun mulai marak. Aksi pencurian oleh oknum tak dikenal ini pun terus berlangsung hingga sekarang.
”Tidak sekadar buah, saat ini banyak pencuri vanili pun mencuri dan memotong vanili mulai dari batangnya,” ujarnya. Batang tersebut diduga akan dikembangkan dan dijual dalam bentuk bibit.
Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan Kecamatan Kranggan M Isrofi mengatakan, saat ini pihaknya, bekerja sama dengan kelompok-kelompok tani, berupaya untuk mengembangkan lebih banyak vanili di kalangan petani. Hal ini dilakukan dengan mengambil tanaman vanili yang selama ini dibiarkan di kawasan hutan untuk dijadikan sebagai bibit.
”Dengan memperbanyak kepemilikan vanili di sejumlah tempat, kami pun berharap pencurian vanili dari wilayah sekitar tidak akan lagi terjadi,” ucapnya, Selasa (9/10/2018).
Kendati demikian, trauma mendalam akan dampak pencurian membuat tidak semua petani mau kembali bertanam vanili. Suyatno, petani di Desa Krempong, Kecamatan Gemawang, mengatakan, saat ini dirinya memiliki lebih dari 10 tanaman vanili yang dibiarkan tumbuh liar di hutan rakyat.
Sejak 10 tahun lalu, tanaman vanili tersebut tidak pernah dirawat dan dibiarkannya begitu saja. ”Saya sudah malas mengurus. Sejak tahun 1990-an, saya sudah tidak lagi bisa memetik hasilnya karena tangan pencuri selalu lebih cepat dari tangan saya,” lanjutnya.
Penghasil vanili terbesar
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Temanggung Untung Prabowo menuturkan, Kabupaten Temanggung sebelumnya dikenal sebagai penghasil vanili terbesar di Jawa Tengah. Vanili di Kabupaten Temanggung terbilang populer di lingkup internasional karena berkadar vanili tinggi, mencapai 2,75 persen, jauh di atas Meksiko (1,5 persen), Sri Lanka (2,02 persen), dan Madagaskar (1,9 persen).
”Dengan semua keunggulan dan harga jualnya yang tinggi, pada era 1980 hingga 1990-an, vanili sering kali disebut sebagai emas hijau di Kabupaten Temanggung,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, lanjut Untung, pihaknya akan mendata ulang keseluruhan tanaman vanili yang ada di Kabupaten Temanggung serta akan memberi label atau surat keterangan pada tanaman tersebut sebagai vanili lokal khas Kabupaten Temanggung. Pemberian label ini akan dilakukan bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.