Petugas Pelintasan Margorejo Diperiksa akibat Tabrakan Fatal
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS - Tim penyidik Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya hingga Minggu (7/10/2018) malam, masih memeriksa dua petugas pelintasan kereta api Margorejo. Pemeriksaan terhadap dua pegawai Dinas Perhubungan Kota Surabaya itu terkait dengan kecelakaan fatal di pelintasan Margorejo pada Jumat (5/10/2018) malam.
Kedua pegawai dimaksud berinisial KR (40) dan BS (60). Mereka bertugas di pos pelintasan ketika kecelakaan terjadi. Saat ini status mereka sebagai terperiksa kasus tersebut. Kepala Satuan Lalu Lintas Ajun Komisaris Besar Eva Guna Pandia menolak berkomentar apakah status kedua pegawai itu sebagai tersangka atau tidak. "Namun, kami menemukan ada unsur kelalaian mereka sehingga kecelakaan fatal terjadi," katanya, Minggu malam.
Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Ajun Komisaris Antara memaparkan, kenaasan itu terjadi pada Jumat pukul 22.05 WIB. Mobil Toyota Avanza dengan nomor pelat L 1928 JV dan sepeda motor Honda Vario dengan nomor pelat L 5101 NL dihantam KA Mutiara Timur jurusan Surabaya-Banyuwangi.
Saat kecelakaan, mobil dikemudikan oleh Mohammad Kurjum (49), Wakil Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, dan berpenumpang sang istri Suqiyah Rohmatin (40), serta anak mereka yakni Nadjema Fakira (11). Mereka tinggal di Sukodono, Sidoarjo. Pengendara sepeda motor ialah Anas Iqbal (21), warga Gedangan, Sidoarjo.
Kecelakaan mengakibatkan mereka harus dirawat di rumah sakit. Dalam perawatan di RS Bhayangkara HS Samsoeri Mertojoso (RS Polda Jatim), Suqiyah meninggal dunia. Kurjum dan Nadjema serta Anas masih perlu dirawat.
Pada awalnya, menurut klaim KR dan BS, kecelakaan terjadi karena mobil menerabas pelintasan saat KA Mutiara Timur dari arah Stasiun Wonokromo (utara) melaju ke selatan. Di samping mobil ada sepeda motor. Diyakini, bagian depan mobil dihantam KA sehingga mobil terdorong ke selatan berikut sepeda motor sejauh tiga meter sampai tersangkut di pembatas jalan dan rel.
Namun, olah tempat kejadian perkara dan pengakuan saksi termasuk petugas pelintasan ternyata berbeda. Dari rekaman Closed Circuit Television (CCTV) di persimpangan itu, kecelakaan terjadi ketika palang pintu pelintasan belum menutup atau tidak berfungsi. "Palang pintu baru menutup setelah kecelakaan terjadi," kata Antara.
Menurut Antara, sebelum kecelakaan terjadi, juga tidak ada peringatan misalnya bunyi genta atau bunyi palang pintu akan menutup. Selain itu, tidak ada peringatan lain misalnya telepon dari Stasiun Wonokromo kepada pos pelintasan Margorejo bahwa akan ada KA mendekati lokasi. KR dan BS diduga tidak berupaya mencegah kecelakaan misalnya keluar dari pos untuk menghentikan kendaraan yang akan melewati pelintasan itu karena ada KA datang dan mendekat.
Fakta-fakta itu yang membuat tim penyidik memeriksa kedua petugas dan menahan mereka di Polrestabes Surabaya.
Manajer Hubungan Masyarakat Daerah Operasi VIII PT Kereta Api Indonesia (Persero) Gatut Sutiyatmoko yang dikonfirmasi terpisah mengatakan, petugas pelintasan Margorejo bukan pegawai KAI melainkan Dinas Perhubungan Kota Surabaya. "Juga peralatan dan perlengkapan di pelintasan kecuali genta," katanya.
"Kami telah memeriksa kelengkapan di lokasi dan genta kami tidak bermasalah. Jika ada masalah pada palang atau peringatan lain yang bukan milik KAI bukan kewenangan kami untuk mengeluarkan pernyataan," ujar Gatut.
Adapun pelintasan Margorejo merupakan salah satu tempat rawan kecelakaan kereta api. Pada 23 April 2017, kecelakaan di sini melibatkan mobil Daihatsu Xenia dan KA yang menewaskan tiga orang penumpang kendaraan roda empat tersebut. Pada 4 Juli 2017, pengemudi becak tewas akibat menerabas pelintasan dan tertabrak KA.
Dalam konteks kecelakaan kereta api di perpotongan antara rel dan jalan, publik perlu memahami bahwa perjalanan KA harus didahulukan. Secara sederhana, dalam kasus kecelakaan di pelintasan, KA tidak dipersalahkan.
Pasal 114 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan menyatakan, pada pelintasan sebidang antara jalur KA dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi dan palang pintu KA sudah mulai ditutup, serta wajib mendahulukan kereta api.
Pasal 90 UU 23/2007 tentang Perkeretaapian menyatakan penyelenggara prasarana perkeretaapian berhak dan berwenang mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan. Pasal 124 regulasi itu memperkuat dengan pernyataan pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.